RUMPON SEBAGAI DAERAH PENANGKAPAN IKAN
Abstrak
Dalam upaya meningkatkan hasil tangkapan ikan, khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya alat bantu untuk menentukan atau mencari gerombolan ikan yang berkaitan erat dengan daerah penangkapan ikan. Seperti nelayan yang mau menangkap ikan yang berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkapnya, sehingga selalu berada dalam ketidak pastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti.
Rumpon merupakan salah satu alat bantu untuk meningkatkan hasil tangkapan dimana mempunyai kontruksinya menyerupai pepohonan yang di pasang (ditanam) di suatau tempat di perairan laut yang berfungsi sebagai tempat berlindung, mencarai makan, memijah, dan berkumpulnya ikan. Sehingga rumpon ini dapat diartikan tempat berkumpulnya ikan di laut, untuk mengefisienkan oprasi penangkapan bagi para nelayan.
Dalam memilih dan menentukan daerah penangkpan, harus memenuhi syarat-syarat antara lain : kondisi daerah penangkapan harus sedemikian rupa sehigga ikan mudah datang dan berkumpul, daerahnya aman dan alat tangkap mudah dioperasikan, daerah tersebut harus daerah yang secara ekonomis menguntungkan.
Alat tangkap yang dapat dioperasikan di sekitar rumpon adakah rawai tuna, pole and line, pancing ulur, pukat cincin, jaring insang dan lain –lainya. Jenis-jenis yang ada disekitar rumpon adalah jenis ikan yang hidup di permukaan perairan antara lain : ikan tuna,ikan cakalang, ikan tongkol, ikan lemuru,ikan kembung dan lain- lainya.
Kata Kunci : Rumpon, Daerah Penangkapan, dan Ikan
I. PENDAHULUAN
Indonesia telah diakui dunia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 2/3 dari wilayah kedaulatannya adalah wilayah laut dengan luas 5,8 juta km2 yang terdiri dari wilayah territorial dengan luas 3,1 km2 dan wilayah ZEEI dengan luas 2,7 km2, dan terdiri dari 17.504 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km dan memiliki kandungan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hayati ( ikan ) yang berlimpah dan beraneka ragan. Menurut Komnas Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut (Komnas Kajiskanlaut, 1998), potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia, di duga sebesar 6,26 juta ton per hatun, sementara produksi tahuanan ikan laut Indonesia pada tahun 1997 mencapai 3,68 juta ton. Ini berarti tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia baru mencapai 58,80%.
Pemanfaatan sumberdaya ikan
laut Indonesia di berbagai wilayah tidak merata. Di beberapa wilayah perairan
masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di
beberapa wilayah yang lain sudah mencapai kondisi padat tangkap atau
overfishing.
Hal
tersebut dapat disebabkan karena pengelolaan potensi sumberdaya perikanan tidak
dikelola secara terpadu. Salah satu penyebabnya adalah tidak tersedianya data
dan informasi mengenai potensi sumberdaya perikanan wilayah Indonesia.
Kurangnya data dan informasi menyebabkan potensi perikanan tidak
dapat dimanfaatkan secara optimal dan lestari.
Keberhasilan
suatu usaha penangkapan ikan tergantung pada pengetahuan yang cukup mengenai
tingkah laku ikan. Beberapa jenis ikan pelagis mempunyai sifat mudah tertarikdan
berkumpul di sekitar benda-benda yang terapung di laut. Bahkan ikan tuna dan
cakalang sering ditemui berenang-renang mengikuti gelondong-gelondong kayu yang
hanyut dan juga kadang-kadang bergerombolan bersam-sama dengan ikan
lumba-lumba, cucut dan sebagainya. Kejadian ini sering kali dimanfaatkan oleh
nelayan untuk usaha penangkapan dan selanjutnya digunakan sebagai dasar
pengembangan usaha perikanan dengan memanfaatkan benda-benda terapung, para
nelayan yang mencari nafkah dengan menggunakan berbagai ragam alat tangkap dan
alat bantu penangkapan ikan yang telah dikenal masyarakat nelayan sebagai alat
pengumpul ikan atau selama ini masyarakat nelayan mengenal salah
satu adalah rumpon. Alat bantu penangkapan ikan yang oleh masyarakat nelayan
dikenal sebagai alat pengumpul ikan, yaitu rumpon.
Masalah utama yang dihadapi dalam upaya meningkatkan hasil tangkapan ikan khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya alat bantu untuk menentukan atau mencari gerombolan ikan yang berkaitan erat dengan daerah penangkapan ikan. Seperti nelayan yang mau menangkap ikan yang berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan terlebih dahulu baru menangkapnya sehingga selalu berada dalam ketidak pastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil tangkapannya juga menjadi tidak pasti.
II. KARAKTERISTIK IKAN
Ikan dalam arti sebenarnya adalah
makhluk hidup / binatang bertulang
belakang yang selama hidupnya (hidup) di dalam air, bernafas dengan insang,
berdarah dingin, bersisik / tidak, dan bersirip (berpasangan dan tunggal).
Berdasarkan habitatnya ikan pelagis
dibagi menjadi ikan pelagis kecil dan pelagis besar. Menurut Komnas
Kajiskanlaut, 1998, yang termasuk ikan-ikan utama dalam kelompok ikan pelagis
besar diantaranya; Tuna dan Cakalang (Madidihang, Tuna Mata Besar, Albakora
Tuna Sirip Biru, Cakalang), Marlin (Ikan Pedang, Setuhuk biru, Setuhuk hitam,
Setuhuk loreng, Ikan Layaran), Tongkol dan Tenggiri (Tongkol dan
Tenggiri), dan Cucut (Cucut Mako). Sedangkan
jenis ikan pelagis kecil antara lain; Karangaid (Layang, Selar, Sunglir),
Klupeid (Teri, Japuh, Tembang, Lemuru, Siro) dan Skombroid (Kembung).
III. DAERAH PENANGKAPAN
Penentuan daerah penangkapan ikan
yang umum dilakukan oleh nelayan sejauh ini masih menggunakan cara-cara
tradisional, yang diperoleh secara turun-temurun. Akibatnya, tidak mampu mengatasi
perubahan kondisi oseanografi dan cuaca yang berkaitan erat dengan perubahan
daerah penangkapan ikan yang berubah secara dinamis. Ekspansi nelayan
besar ke daerah penangkapan nelayan kecil mengakibatkan terjadi persaingan yang
kurang sehat bahkan sering terjadi konflik antara nelayan besar dengan nelayan
kecil.
Secara garis besarnya
daerah penangkapan, penyebaran dan
Migrasi sangat luas, yaitu meliputi daerah tropis dan sub
tropis dengan daerah
penangkapan terbesar terdapat
disekitar perairan khatulistiwa. Daerah penangkapan merupakan salah satu faktor penting yang
dapat menentukan berhasil atau tidaknya
suatu operasi penangkapan. Dalam hubungannya dengan alat tangkap, maka daerah penangkapan tersebut haruslah
baik dan dapat menguntungkan. Dalam
arti ikan berlimpah, bergerombol, daerah aman, tidak jauh dari pelabuhan dan alat tangkap mudah dioperasikan. (Waluyo, 1987).
Lebih lanjut Paulus (1986), menyatakan bahwa
. Hal ini tentu saja erat hubungannya dengan kondisi
oseanografi dan meteorologi suatu
perairan dan faktor biologi dari ikan –ikan itu sendiri.
Musim penangkapan di perairan Indonesia
bervariasi. Musim penangkapan di suatu perairan belum tentu sama dengan
perairan yang lain. Berbeda dari musim
ke musim dan bervariasi menurut lokasi penangkapan. Bila hasil tangkapan lebih banyak dari biasanya
disebut musim puncak dan apabila
dihasilkan lebih sedikit dari biasanya disebut musim paceklik.
Pengetahuan mengenai penyebaran dan
bioekologi berbagai jenis ikan sangat penting artinya bagi usaha
penangkapannya. Data dan informasi tentang penyebaran dan bioekologi ikan
pelagis sangat diperlukan dalam mengkaji daerah
penangkapan ikan di suatu perairan seperti perairan laut banda, kawasan timur Indonesia, kawasan Samudra Hindia dan lain sebagainnya.
IV. RUMPON
Rumpon merupakan salah satu alat bantu untuk meningkatkan hasil tangkapan dimana mempunyai kontruksinya menyerupai pepohonan yang di pasang (ditanam) di suatau tempat di perairan laut yang berfungsi sebagai tempat berlindung, mencarai makan, memijah, dan berkumpulnya ikan. Sehingga rumpon ini dapat diartikan tempat berkumpulnya ikan di laut, untuk mengefisienkan oprasi penangkapan bagi para nelayan.
Rumpon merupakan alat bantu
penangkapan ikan yang fungsinya sebagai pembantu untuk menarik perhatian
ikan agar berkumpul disuatu tempat yang
selanjutnya diadakan penangkapan.
Dengan makin majunya
rumpon telah menjadi salah satu alternatif untuk menciptakan daerah
penangkapan buatan dan manfaat keberadaannya cukup besar. Sebelum mengenal
rumpon, nelayan menangkap ikan dengan cara mengejar ikan atau menangkap
kelompok ikan di laut, kini dengan makin berkembangnya rumpon maka pada saat
musim penangkapan, lokasi penangkapan
menjadi pasti di suatu tempat. Dengan telah ditentukan daerah penangkapan maka
tujuan penangkapan oleh nelayan dapat menghemat bahan bakar, karena mereka
tidak lagi mencari dan menangkap kelompok renang ikan dengan menyisir laut yang
luas. Nelayan di beberapa daerah telah
banyak yang menerapkan rumpon ini. Di
Utara Pulau Jawa telah lama mengenal rumpon untuk memikat ikan agar berkumpul
di sekitar rumpon, sehingga memudahkan penangkapan .
Rumpon umumnya dipasang (ditanam) pada kedalaman 30-75 m,
setelah dipasang kedudukan rumpon ada yang diangkat-angkat, tetapi ada juga
yang bersfat tetap tergantung pemberat yang digunakan. Dalam praktek penggunaan rumpon yang mudah
diangkat-angkat atu diatur sedemikian rupa, maka waktu menjelang akhir penangkapan,
rumpon secara keseluruhan diangkat dari permukaan air dengan bantuan perahu
penggerak(skoci,jukung dan canoes).
Untuk rumpon tetap atau rumpon dengan ukuran besar, tidak
perlu diangkat sehingga untuk memudahkan penangkpan dibuat rumpon mini, yang
pada waktu penangkpan mulai diatur begitu rupa, diusahakan agar ikan-ikan berkumpul
di sekitar rumpon ara lain yang ditempuh yaitu seakan-akan meniadakan rumpon
induk untuk sementara waktu dengan cara
menenggelamkan rumpon induk atau rumpon induk
atau mengangkat separoh dari
rumpon yang diberi daun nyiur ke atas permukaan air. Terjadilah sekarang
ikan-ikan yang semula berkumpul di sekitar rumpon mini dan disini dilakukan
penangkapan.
Sementara itu bisa juga digunakan tanpa sama sekali
mengubah kedudukan rumpon yaitu dengan cara mengikatkan tali slembar yang
terdapat di salah satu kaki jaring pada pelampung rumpon, sedangkan ujung tali slembar lainnya ditarik melingkar
di depan rumpon. Menjelang akhir penangkapan satu dua orang akan turun ke air
untuk mengusir ikan –ikan di sekitar rumpon masuk ke kantong jaring. Cara yang
hampir serupa juga dapat dilakukan yaitu setelah jaring dilingkarkan di depan
rumpon maka menjelang akhir penangkapan ikan-ikan di dekat rumpon di halau
dengan menggunakan galah dari satu sisi perahu.
A. Fungsi dan Manfaat Rumpon
Direktorat Jenderal Perikanan (1995) melaporkan beberapa
keuntungan dalam penggunaan rumpon yakni
: memudahkan pencarian gerombolan ikan, biaya eksploitasi dapat dikurangi dan dapat dimanfaatkan oleh
nelayan kecil.
Fungsi rumpon sebagai alat bantu dalam penangkapan ikan adalah
sebagai berikut
a .Sebagai tempat
mengkonsentrasi ikan agar lebih mudah ditemukan
gerombolan ikan dan menangkapanya.
b. Sebagai tempat berlindung bagi ikan dari
pemangsanya
c. Sebagai tempat berkumpulnya ikan
d. Sebagai tempat daerah penangkap ikan
e. Sebagai tempat mencari makan bagi ikan.berlindung
jenis ikan tertentu
dari serangan
ikan predator
f. Sebagai tempat untuk memijah bagi ikan.
g. Banyak ikan-ikan kecil dan plankton yang
berkumpul disekitar rumpon dimana ikan
dan plankton tersebut merupaka sumber makanan bagi ikan besar.
h. Ada beberapa jenis ikan seperti tuna dan cakalang
yang menjadi rumpon sebagai tempat untuk bermain sehingga nelayan dapat dengan
mudah untuk menangkapnya.
Sedangkan manfaatnya adalah sebagai berikut :
1. Memudahkan nelayan menemukan tempatuntuk mengoperasikan alat tangkapnya.
2. Mencegah terjadinya destruktif fishing, akibat penggunaan bahan peledak dan bahan kimia/beracun.
3. Meningkatkan produksi dan produktifitas nelayan.
Nelayan dapat mengetahui banyak ikan di daerah rumpon dengan beberapa ciri yang khas yaitu :
1. Banyaknya buih-buih atau gelembung udara dipermukaan air.
2. Warna air akan telihat lebih gelap dibandingkan dengan warna air disekitarnya karena banyak ikan yang bergerombol.
3. Adanya burung yang berkeliaran di permukaan laut.
4. Adanya gelondong-gelondong kayu yang hanyut di permukaan laut.
5. Adanya kelompok ikan lumba-lumba di permukaan laut.
Buih-buih di permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang menukik dan menyambar-nyambar permukaan laut dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari keluar atau senja hari setelah matahari terbenam disaat-saat mana gerombolan ikan-ikan teraktif untuk naik ke permukaan laut. Tetapi dewasa ini dengan adanya berbagai alat bantu (fish finder, dll) waktu operasipun tidak lagi terbatas pada dini hari atau senja hari, siang haripun jika gerombolan ikan diketemukan segera jaring dipasang.
B. Tata Cara Pemasangan Rumpon
1. Rumpon dapat di pasang di wilayah :
a. Perairan 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut terendah.
2. Perairan di atas 4 ml laut sampai dengan 12 mil laut, diukur dari garis pantai titik surut terendah.
a. Perairan diatas 12 mil dan ZEE Indonesia, dan perorangan atau perusahaan berbadan hukum yang akan memasang rumpon wajib terlebih dahulu memperoleh izin.
3. Pengusaha / nelayan yang akan memasang rumpon mengajukan permohonana izin kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Perikanan dan Kelautan propinsi / Kabupaten / kota sesuai kewenangan pemberi izin sesuai dengan Kepmen Kelautan dan Perikanan No.Kep 30/MEN/2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon. Dalam permohonan izin harus dilakukan penilaian baik terhadap administrasi pemohan maupun lokasi periran.
Penilaian Lokasi Pemasangan Rumpon Harus Memperhatikan :
a. Apakah daerah tersebut tidak merupakan alur pelayaran atau kepentingan lainnya seperti daerah suaka, atau daerah lainnya. Pemasangan rumpon tidak boleh dilakukan pada daerah perairan tersebut.
b. Apakah daerah tersebut tidak merupakan konsentrasi penangkapan ikan nelayan-nelayan yang tidak menggunakan rumpon, rumpon tidak boleh dipasang pada perairan tersebut.
c. Apakah daerah tersebut berbatasan dengan propinsi lain, untuk itu maka Dinas Perikanan dan Kelautan dari domisili pemohon izin rumpon ditujukan kepada propinsi tersebut.( Indah R. 2009).
C. Macam-Macam Rumpon
A. Berdasarkan pada posisi / letak pengumpul ikan :
1.. Rumpon permukaan
1.1. Rumpon laut dangkal yaitu di pasang pada kedalaman 20-100 meter untuk mengumpulkan jenis-jenis ikan pelagis kecl seperti : kembung, selar, tembang, japuh, layang dan lain sebagainya.
1.2. Rumpon laut dalam yaitu rumpon yang dipasang pada kedalaman 1200 – 3000 meter untuk mengumpulkan jenis-jenis ikan pelagis besar seperti tuna, cakalang dan lain sebagainya yang berada di permukaan sampai pada kedalaman 60 meter dibawah permukaan laut. Pada posisi tertentu ikan tuna besar merupakan ikan yang dominan pada kedalaman lebih 100 meter, dibawah permukaan. Pada waktu tertentu (pagi hari dan sore hari) muncul ke permukaan perairan untuk mencari makanan. Pada kondisi ini di permukaan terdapat ikan kecil, misanya ikan layang, ikan tongkol dan lain-lainnya.
2. Rumpon Lapisan Tengah
3. Rumpon Dasar
B. Bedasarkan Kemenetapan Pemasangan Rumpon
1. Rumpon Menetap(memliki jangkar / pemberat berukuran besar) sehingga tidak dapat dipindahkan dan dipasang di perairan dalam dengan kondisi gelombang besar dan arus kuat, guna memikat / mengumpulkanjenis ikan pelagis besar.
2. Rumpon yang dapat dipindahkan (terbuat dari bahan yang relatif ringan) sehingga memungkinkan untuk diangkat / dipindahkan guna memikat / megumpulkan jenis-jenis ikan pelagis kecil.
C. Berdasarkan Tingkat Teknologi
1. Rumpon tradisional (teknologi sederhana) bahan-bahan pembuatan murah dan mudah didapat di sekitar lokasi pemasangan, biasa digunakan untuk perikanan sekala kecil. Penggunaan rumpon tradisional ini banyak ditemukan di daerah Mamuju (Sulawesi Selatan) dan Jawa Timur. Menurut Monintja(1993) rumpon banyak digunakan di Indonesia pada tahun 1980, sedangkan Negara yang sudah mengoperasikan rumpon diantaranya Jepang,Philipina, Srilanka, Papua Nugini dan Australia. Beberapa alasan iakan sering ditemukan disekitar rumpon
2. Rumpon modren, investasi relatif besar umumnya digunakan oleh
perikanan sekala besar / industri guna memikat / mengumpulkan jenis-
jenis ikan pelagis besar.
D.Berdasarkan Pemasangan dan Pemanfaatan rumpon dibagi atas
3 jenis :
(a). Rumpon perairan dasar
(b). Rumpon perairan dangkal dan
(c). Rumpon perairan dalam. Menurut Barus et al. (1992 menjelaskan
bahwa metode
pemasangan dari rumpon laut dangkal dan dalam
hampir sama, perbedaannya hanya pada desain rumpon,
lokasi
daerah
pemasangan serta bahan yang digunakan .
Rumpon laut
dangkal menggunakan bahan
dari alam
seperti
bambu, rotan, daun kelapa dan batu kali. Sebaliknya pada
rumpon laut dalam sebagian besa bahan yang
digunakan bukan dari
alam melainkan berasal dari buatan seperti bahan sintetis, plat besi,
ban bekas, tali baja, tali rafia serta semen.
Pemilihan tempat pemasangan rumpon harus memiliki kriteria
sebagai berikut :
1). Merupakan daerah lintasan
migrasi ikan yang menjadi penangkapan
2). Tidak menggangu alur pelayaran atau di daerah yang dilarang memasang rumpon
2). Tidak menggangu alur pelayaran atau di daerah yang dilarang memasang rumpon
3). Mudah untuk mencari dan mencapainya
4). Relatif dekat dengan
pangkalan kapal
5). Dasar perairan relatif
datar
Bahan yang digunakan bukan dari alam melainkan berasal dari
buatan seperti bahan sintetis, plat besi, ban bekas, tali baja, tali rafia
serta semen.
Rumpon di
Indonesia merupakan Fish Aggregating Divice (FAD) skala kecil dan sederhana
yang umumnya dibuat dari bahan tradisional. Rumpon tersebut ditempatkan pada
kedalaman perairan yang dangkal dengan jarak 5 – 10 mil (9 – 18 km) dari pantai
dan umumnya tidak lebih dari 10 – 20 mil laut (35 km) dari pangkalan terdekat
(Mathews, Monintja dan Naamin, 1996).
Selanjutnya Subani (1972) menyatakan bahwa cara pengumpulan
ikan dengan ikatan berupa benda terapung
merupakan salah satu bentuk dari FAD, yaitu metode, benda atau bangunan yang dipakai sebagai
sarana untuk penangkapan ikan dengan cara
memikat dan mengumpulkan ikan-kan tersebut. Rumpon merupakan alat
bantu penangkapan ikan yang fungsinya
sebagai pembantu untuk menarik perhatian ikan agar berkumpul disuatu tempat yang selanjutnya
diadakan penangkapan.
Prinsip lain penangkapan dengan alat bantu rumpon disamping
berfungsi sebagai pengumpul kawanan
ikan, pada hakekatnya adalah agar kawanan ikan mudah ditangkap sesuai dengan
alat tangkap yang dikehendaki. Selain itu dengan adanya rumpon, kapal penangkap dapat menghemat waktu dan bahan
bakar, karena tidak perlu lagi mencari
dan mengejar gerombolan ikan dari dan menuju ke lokasi penangkapan.
Direktorat Jenderal Perikanan (1995) melaporkan beberapa keuntungan dalam
penggunaan rumpon yakni : memudahkan pencarian gerombolan ikan, biaya
eksploitasi dapat dikurangi dan dapat
dimanfaatkan oleh nelayan kecil.
Desain rumpon, baik rumpon laut dalam maupun rumpon laut
dangkal secara garis besar terdiri atas
empat komponen utama yaitu :
(1) pelampung (float).
(2) tali (rope),
(3) pemikat (atractor)
(4) pemberat (sinker).
Tali yang menghubungkan pemberat dan pelampung pada jarak tertentu disisipkan
daun nyiur yang masih melekat pada pelepahnya
setelah dibelah menjadi dua. Panjang tali bervariasi , tetapi pada umumnya adalah 1,5 kali kedalaman laut tempat rumpon
tersebut ditanam (Subani, 1986). Tim pengkajian
rumpon Institut Pertanian Bogor (1987) memberikan persyaratan umum komponen-komponen dari konstruksi rumpon adalah
sebagai berikut :
(1) Pelampung
a. Mempunyai kemanpuan mengapung yang cukup baik
(bagian yang
mengapung diatas air 1/3
bagian)
b. Konstruksi cukup kuat
c. Tahan terhadap gelombang dan air
d. Mudah dikenali dari jarak jauh
e.
Bahan pembuatnya mudah didapat
(2) Pemikat
a. Mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan
b.
Tahan lama
c. Mempunyai bentuk seperti posisi potongan
vertical dengan arah ke
bawah
e.
Melindungi ikan-ikan kecil
f. Terbuat dari bahan yang kuat, ahan lama dan
murah
(3) Tali temali
a. Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah
busuk
b. Harganya relatif murah
c. Mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan
terhadap
benda-benda lainnya dan
terhadap arus
d. Tidak bersimpul (less knot)
(4) Pemberat
a. Bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh
b. Massa
jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat
mencengkeram
Samples dan
Sproul (1985), mengemukakan teori tertariknya ikan yang berada di
sekitar rumpon
disebabkan karena :
1. Rumpon
sebagai tempat berteduh (shading place) bagi beberapa jenis
ikan tertentu
2. Rumpon
sebagai tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu.
3. Rumpon
sebagai sustrat untuk meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu.
4. Rumpon
sebagai tempat berlindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu
5. Rumpon
sebagai tempat titik acuan navigasi (meeting point) bagi ikan-
ikan tertentu yang beruaya.
Gooding dan Magnuson (1967) melaporkan bahwa rumpon
merupakan tempat stasiun pembersih (cleaning place) bagi ikan-ikan
tertentu. Dolphin dewasa umumnya akan
mendekati bagian bawah floating objects dan menggesekkan badannya.
Tingkah laku ikan ini sesuai dengan
tingkah laku dari famili coryphaenids yang memindahkan parasit atau menghilangkan iritasi kulit
dengan cara menggesekkannya.
Freon dan Dagorn (2000), menambahkan teori tentang rumpon
sebagai tempat berasosiasi (association
place) bagi jenis-jenis ikan tertentu.
Ikan berkumpul disekitar rumpon untuk mencari makan. Menurut Soemarto (1962) dalam area rumpon terdapat plankton
yang merupakan makanan ikan yang lebih
banyak
dibandingkan diluar rumpon. Selanjutnya dijelaskan bahwa perairan yang
banyak
planktonnya akan menarik ikan untuk mendekat dan memakannya.
Soedharma (1994)
mengemukakan bahwa organisme yang pertama ada di pelepah daun kelapa adalah perifiton. Hasil penelitian
Yusfiandayani (2004) menemukan bahwa ada sekitar 26 genus perifiton alga yang teramati
disekitar atraktor rumpon dan 9 genus untuk
perifiton avertebrata. Perifiton alga yang ditemukan antara lain Nitzchia,
Rhizosolenia, Navicula,
Peridinum, Amphiprora dan Chaetoceros sedangkan perifiton
avertebrata yang ditemukan antara lain Calanus,
Balanus, Thysanopoda, Microsetella dan Typhloscolex.
Selanjutnya dijelaskan bahwa perifiton mempengaruhi laju
perkembangan proses kolonisasi
organisme pemangsa lainnya termasuk juvenil ikan. Selanjutnya dikemukakan bahwa selain perifiton ditemukan
pula 23 jenis fitoplankton dan 6 genus
zooplankton. Jenis fitoplankton antara lain Chaetoceros, Rhizosolenia
dan Thysanessa sedangkan
jenis zooplankton antara lain Eutintinus, Eucalanus, Synchaeta
dan Stolomophorus. Kelimpahan fitoplankton dan perifiton di
suatu perairan sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor lingkungan yang meliputi fisika, kimia dan biologi.
Faktor-faktor tersebut antara lain
adalah suhu, kekeruhan, kecerahan, pH, gas-gas terlarut, unsur hara dan
adanya interaksi
dengan organisme lain (Odum, 1971).
Menurut Jamal (2003) menyatakan bahwa parameter
fisika/kimia perairan disekitar rumpon
berada pada kisaran normal, yaitu kecepatan arus berkisar antara 0,001- 0,30 m/det, suhu 29,33-30,33OC, salinitas
30-31 ppt, kecerahan 77,33-84,67 % serta
oksigen terlarut 4-4,57 ppm.
Subani (1986) mengemukakan bahwa ikan-ikan yang berkumpul
disekitar rumpon menggunakan rumpon
sebagai tempat berlindung juga untuk mencari makan dalam arti luas tetapi tidak memakan daun-daun rumpon
tersebut. Selanjutnya dijelaskan bahwa
adanya ikan di sekitar rumpon berkaitan dengan pola jaringan makanan
dimana rumpon menciptakan suatu arena
makan dan dimulai dengan tumbuhnya bakteri dan mikroalga
ketika rumpon
dipasang. Kemudian mahluk renik ini bersama dengan hewan-hewan kecil lainnya, menarik perhatian ikan-ikan
pelagis ukuran kecil. Ikan-ikan pelagis ini
akan memikat ikan yang berukuran lebih besar untk memakannya.
Subani, 1986, menyatakan bahwa rumpon sebagai tempat berlindung banyak ikan-ikan tertentu yang berada disekitar rumpon berenang pada
sisi depan atau belakang atraktor di lihat
dari arah arus. Kadang-kadang mereka bergerak ke kiri dan ke kanan
tetapi selalu kembali ketempat semula
demikian juga terhadap arus (sifat ikan umumnya berenang menentang arus). Sedangkan dari arah lapisan
yang lebih dalam terdapat ikan pemangsa
yang berenang ke pertengahan atau permukaan perairan untuk memangsa ikan
yang berukuran lebih kecil. Perilaku
bergerombol dari ikan dengan adanya rumpon maka
pemangsa akan mengalami kesulitan dalam menyambar mangsanya karena ikan
yang lemah terlindungi oleh adanya ikan
lain dan atraktor.
V. RUMPON SEBAGAI ALAT BANTU DAPAT MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN
Rumpon sebagai alat bantu untuk menangkap ikan yang dipasang di laut, baik laut dangkal maupun alaut dalam dapat meningkatkan hasil tangkapan. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul disekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Dengan pemasangan rumpon maka kegiatan penangkpan ikan akan menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak lagi berburu ikan (dengan mengikuti ruayanya ) tetapi cukup melakukan kegiatan penangkapan ikan desekitar rumpon tersebut.
Sebagai alat bantu penangkapan ikan, rumpon berfungsi untuk mengumpulkan kelompok ikan (ikan-ikan pelagis kecil dan pelagis besar) pada suatu area tertentu sebalum dilakukan penangkapan. Rumpon di Indonesia telah dikenal sejak dulu yang dikenal dengan berbagai macam istilah seperti Rabo (Sumater Barat), tendak (Jawa), rumpong (Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan) dan tuasen (Sumatera Utara).
Rumpon perairan dalam sangat bermanfaat bagi masyarakat nelayan maupun bagi kelestarian ekosistem perairan. Hal ini disebab karena teknologi rumpon laut dalam atau rumpon perairan ini memudahkan nelayan atau para penangkap ikan lainnya untuk dapat mengambil ikan yang berada pada kedalaman diatas 200 meter. Sehingga hasil yang diperoleh juga akan semakin meningkat.
Sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki. Selain itu
dengan adanya rumpon, kapal penangkap dapat menghemat waktu dan bahan bakar,
karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan ikan dari dan menuju ke
lokasi penangkapan.
VI. ALAT TANGKAP YANG DAPAT DIGUNAKAN DISEKITAR
RUMPON
Berbagai alat tangkap digunakan di sekitar rumpon, antara lain alat tangkap :
1. Rawai tuna atau tuna longline adalah merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus.
2. Huhate (pole and line) khusus dipakai untuk menangkap ikan cakalang, sering disebut juga pancing cakalang. Dioperasikan sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar rumpon.
3. Handline (pancing ulur) dioperasikan pada siang hari, kontruksi alat ini sangat sederhana, pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-mata pancing secara verstikal, dalam pengoperasian alat ini rumpon sebagai alat pengumpul ikan.
4. Pukat cincin ( purse seine) adalah jaring yang di bagian bawah nya di pasang sejumlah cincin atau gelang besi.
5. Jaring insang (gillnet) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran mata yang sama di sepanjang jaring.
6. Dan lain-lainnya.
Sedangkan di Propinsi Maluku Utara dan Sulawesi, para nelayan telah mulai mengenal rumpon, digunakan untuk memikat ikan permukaan (pelagic fish), antara lain : ikan selar, ikan layang,ikan kembung, tuna, dan cakalang agar berkumpul sehingga memudahkan nelayan yang menggunakan alat tangkap huhate dan pancing, Rumpon merupakan alat penggumpul ikan yang berfungsi untuk mengumpulkan ikan, sehingga memudahkan usaha penangkapannya. Dengan penggunaan rumpon yang tepat maka dapat mempersingkat waktu operasi, meningkatkan hasil tangkapan, menghemat bahan bakar minyak dan juga penggunaan rumpon terutama untuk alat tangkap pancing.
VII. A. KESIMPULAN
Dalam tulisan
ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Rumpon atau fish Agregation Device merupakan
suatu alat bantu
penangkapan
ikan yang telah banyak digunakan oleh nelayan,
karena
dapat meningkatkan hasil tangkapan, dimana
mempunyai kontruksinya menyerupai pepohonan yang di pasang (ditanam) di suatau
tempat di perairan laut.
2 Fungsi
rumpon adalah sebagai tempat berlindung, mencarai makan, memijah, dan
berkumpulnya ikan. Sehingga rumpon ini dapat diartikan tempat berkumpulnya ikan di laut, untuk mengefisienkan operasi penangkapan
bagi para nelayan.
3. Syarat-syarat
penempatan rumpon di perairan adalah
ikan mudah
datang dan
berkumpul, aman, alat tangkap mudah dioperasikan dan secara ekonomi menguntungkan.
4. Alat tangkap yang digunakan di sekitar rumpon, antara lain alat
tangkap purse seine, pole and line, rawai tuna, pancing
ulur, jaring insang dan lain-lainya.
5. Jenis
ikan yang ada disekitar rumpon pada umumnya ikan yang
berada didaerah perairan permukaan dan hidupnya
bergerombolan
seperti : ikan kembung. Ikan lemuru, ikan cakalang, ikan
tuna, ikan tongkol dan lainnya.
DAFTAR PUSAKA
Anonim. 2007. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan Indonesia.
Balai Besar Pengembangan
Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan
dan Perikanan. Jakarta.
Balai Riset Penangkapan Laut-BRKP, 1996.Musim Penangkpan Ikan
Pelagis Besar (ikan Tuna). http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyronment/96- musim-penangkapan-ikan-pelagis-besar.html
Direktorat Jenderal Perikanan, 1995. Penggunaan Payaos/rumpon di Indonesia.
Jakarta
11 hal.
Dinas Perikanan
Propinsi, 2008. Jenis-jenis Alat tangkap Rumpon.Gema
Bina Jawa Barat.
Dinas Perikanan Propinsi, 2008. Teknologi Penangkapan Ikan
Tuna.Gema
Bina.Jawa Barat. Warning:
mysql_fetch_array(): supplied argument is not
a valid MySQL result resource in
/home/smanncom/public_html/detkat.php
on line 73
Gafa dan Sarjana,
1992. Pedoman Teknis Peningkatan Produksi dan Efisiensi
melalui
Penerapan Teknologi Rumpon. Departemen Pertanian. Badan
Penlitian dan Pengembangan Pertanian.
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perikanan, Jakarta 7 hal.
Jamal, M., 2003. Studi Pengguaan Rumpon untuk Meningkatkan
Produksi Hasil Tangkapan gillnet dan Bubu Dasar yang dioperasikan di
Perairan
Kabupaten Sinjai Sulawesi
Selatan. Lutjanus. Jurnal Teknologi Perikanan
dan Kelautan. Vol 8 No.2, Juli 2003, hal 223-231
Jamal, 2004.
Organisasai dan Komplik dalam Ekspansi of The Fishing Groud
http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=12666929565
Soedharma, D. 1994.
Suatu Struktur Komunitas Ikan pada Kombinasi Rumpon
Permukaan dan Rumpon Dasar di Teluk
Lampung. Laporan Penelitian
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hal 9-26.
Subani, W. 1972. Alat
dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid 1. Lembaga
Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Hal : 85-104
Subani, W. 1986.
Telaah Penggunaan Rumpon dan Payaos dalam Perikanan
Indonesia Jurnal Penelitian Perikanan Laut, BPPL, Jakarta, 35: 35-45
Tim Pengkajian Rumpon
Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor.
1987.
Laporan Akhir Survey Lokasi dan Desain Rumpon di
Perairan Ternate,
Tidore, Bacan dan sekitarnya. Laporan. Jurusan Pemanfaatan
Sumberdaya
Perikanan Fakultas Perikanan. Institut
Pertanian Bogor.
Yusfiandayani, R.
2004. Studi Tentang Mekanisme Berkumpulnya Ikan Pelagis
Kecil di Sekitar Rumpon dan Pengembangan Perikanan di
Perairan
Pasauran, Propinsi Banten. Disertasi. Sekolah Pascasarjana
Institut
Pertanian Bogor.