Selasa, 25 November 2014

RUMPON SEBAGAI DAERAH PENANGKAPAN IKAN



RUMPON SEBAGAI DAERAH PENANGKAPAN IKAN

Abstrak

 Dalam upaya meningkatkan hasil tangkapan ikan, khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya alat bantu untuk menentukan atau mencari gerombolan ikan  yang berkaitan erat dengan daerah penangkapan ikan. Seperti nelayan yang mau menangkap ikan yang  berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkapnya,  sehingga selalu berada dalam ketidak pastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil   tangkapannya juga menjadi tidak pasti.                     

Rumpon merupakan salah satu alat bantu untuk meningkatkan hasil tangkapan dimana mempunyai kontruksinya menyerupai pepohonan yang di pasang (ditanam) di suatau tempat di perairan laut  yang berfungsi sebagai tempat berlindung, mencarai makan, memijah, dan berkumpulnya ikan. Sehingga rumpon ini dapat diartikan tempat  berkumpulnya ikan  di laut, untuk mengefisienkan oprasi penangkapan bagi para nelayan.

Dalam memilih dan menentukan daerah penangkpan, harus memenuhi syarat-syarat antara  lain : kondisi daerah penangkapan harus sedemikian rupa sehigga ikan mudah datang dan berkumpul, daerahnya aman dan alat tangkap mudah dioperasikan, daerah tersebut harus daerah yang secara ekonomis menguntungkan.     

Alat tangkap yang dapat dioperasikan di sekitar rumpon adakah rawai tuna, pole and line, pancing  ulur, pukat cincin, jaring insang dan lain –lainya. Jenis-jenis yang ada disekitar rumpon adalah jenis ikan yang hidup di permukaan perairan antara lain : ikan  tuna,ikan  cakalang, ikan tongkol, ikan lemuru,ikan kembung dan lain- lainya.

Kata Kunci : Rumpon, Daerah Penangkapan, dan Ikan

 

I. PENDAHULUAN




Indonesia telah diakui dunia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, dengan 2/3 dari wilayah kedaulatannya adalah wilayah laut dengan luas 5,8 juta km2 yang terdiri dari  wilayah territorial dengan luas  3,1 km2 dan wilayah ZEEI dengan luas 2,7 km2, dan terdiri dari 17.504 pulau dan garis pantai sepanjang 81.000 km dan memiliki kandungan sumberdaya alam khususnya sumberdaya hayati ( ikan ) yang berlimpah dan beraneka ragan. Menurut Komnas Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut (Komnas Kajiskanlaut, 1998), potensi sumberdaya ikan laut di seluruh perairan Indonesia, di duga sebesar 6,26 juta ton per hatun, sementara produksi tahuanan ikan laut Indonesia pada tahun 1997 mencapai 3,68 juta ton. Ini berarti tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia baru mencapai 58,80%.


Pemanfaatan sumberdaya ikan laut Indonesia di berbagai wilayah tidak merata. Di beberapa wilayah perairan masih terbuka peluang besar untuk pengembangan pemanfaatannya, sedangkan di beberapa wilayah yang lain sudah mencapai kondisi  padat tangkap atau overfishing.
            Hal tersebut dapat disebabkan karena pengelolaan potensi sumberdaya perikanan tidak dikelola secara terpadu. Salah satu penyebabnya adalah tidak tersedianya data dan informasi mengenai potensi sumberdaya perikanan wilayah Indonesia. Kurangnya data  dan informasi menyebabkan potensi perikanan tidak  dapat  dimanfaatkan secara optimal dan lestari.
           Keberhasilan suatu usaha penangkapan ikan tergantung pada pengetahuan yang cukup mengenai tingkah laku ikan. Beberapa jenis ikan pelagis mempunyai sifat mudah tertarikdan berkumpul di sekitar benda-benda yang terapung di laut. Bahkan ikan tuna dan cakalang sering ditemui berenang-renang mengikuti gelondong-gelondong kayu yang hanyut dan juga kadang-kadang bergerombolan bersam-sama dengan ikan lumba-lumba, cucut dan sebagainya. Kejadian ini sering kali dimanfaatkan oleh nelayan untuk usaha penangkapan dan selanjutnya digunakan sebagai dasar pengembangan usaha perikanan dengan memanfaatkan benda-benda terapung, para nelayan yang mencari nafkah dengan menggunakan berbagai ragam alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan yang telah dikenal masyarakat nelayan sebagai alat pengumpul ikan   atau  selama ini masyarakat nelayan mengenal salah satu adalah rumpon. Alat bantu penangkapan ikan yang oleh masyarakat nelayan dikenal sebagai alat pengumpul ikan, yaitu rumpon.

Masalah utama yang dihadapi dalam upaya meningkatkan hasil tangkapan ikan khususnya ikan pelagis adalah sangat terbatasnya alat bantu untuk menentukan atau mencari gerombolan ikan  yang berkaitan erat dengan daerah penangkapan ikan. Seperti nelayan yang mau menangkap ikan yang  berangkat dari pangkalan bukan untuk menangkap tetapi untuk mencari lokasi penangkapan terlebih dahulu baru menangkapnya  sehingga selalu berada dalam ketidak pastian tentang lokasi yang potensial untuk penangkapan ikan, sehingga hasil   tangkapannya juga menjadi tidak pasti.

II. KARAKTERISTIK  IKAN



             Ikan dalam arti sebenarnya adalah makhluk hidup / binatang bertulang
belakang yang selama hidupnya (hidup) di dalam air, bernafas dengan insang,
berdarah dingin, bersisik / tidak, dan bersirip (berpasangan dan tunggal). 




Ikan-ikan yang hidup di sekitar  rumpon ada yang hidup dipermukaan (pelagis), ada juga yang hidup di dasar periran (demersal)  ikan yang hidupnya di permukaan perairan ( pelagis ) dengan ciri-cirinya antara lain seperti hidup bergerombolan atau berkelompok, berenang cepat, warnanya cerah, pada umunya hidup di daerah neritik dengan kedalaman perairan 0 - 200 meter  ikan-ikan pelagis ini banyak bernilai   ekonomis penting, juga berfungsi sebagai konsumen anatar dalam food chain (antara produsen dengan ikan-ikan,  sedangkan ikan-ikan yang hidup di perairan dasar (demersal) dengan ciri-ciri antara lain warnanya gelap, pada umunya hidup tidak bergerombolan (sendiri), bentuknya bervariasi.

                 Berdasarkan habitatnya ikan pelagis dibagi menjadi ikan pelagis kecil dan pelagis besar. Menurut Komnas Kajiskanlaut, 1998, yang termasuk ikan-ikan utama dalam kelompok ikan pelagis besar diantaranya; Tuna dan Cakalang (Madidihang, Tuna Mata Besar, Albakora Tuna Sirip Biru, Cakalang), Marlin (Ikan Pedang, Setuhuk biru, Setuhuk hitam, Setuhuk loreng, Ikan Layaran), Tongkol dan  Tenggiri (Tongkol dan Tenggiri), dan Cucut (Cucut Mako). Sedangkan jenis ikan pelagis kecil antara lain; Karangaid (Layang, Selar, Sunglir), Klupeid (Teri, Japuh, Tembang, Lemuru, Siro) dan Skombroid (Kembung). 

III. DAERAH PENANGKAPAN
               Penentuan daerah  penangkapan ikan yang umum dilakukan oleh nelayan sejauh ini masih menggunakan cara-cara tradisional, yang diperoleh secara turun-temurun. Akibatnya, tidak mampu mengatasi perubahan kondisi oseanografi dan cuaca yang berkaitan erat dengan perubahan daerah penangkapan ikan yang berubah secara dinamis.  Ekspansi nelayan besar ke daerah penangkapan nelayan kecil mengakibatkan terjadi persaingan yang kurang sehat bahkan sering terjadi konflik antara nelayan besar dengan nelayan kecil.
Secara garis besarnya  daerah penangkapan, penyebaran dan
Migrasi sangat  luas, yaitu meliputi daerah tropis dan sub tropis dengan daerah
penangkapan  terbesar terdapat disekitar perairan khatulistiwa. Daerah penangkapan   merupakan salah satu faktor penting yang dapat menentukan berhasil atau   tidaknya suatu operasi penangkapan. Dalam hubungannya dengan alat tangkap,   maka daerah penangkapan tersebut haruslah baik dan dapat menguntungkan.   Dalam arti ikan berlimpah, bergerombol, daerah aman, tidak jauh dari pelabuhan   dan alat tangkap mudah dioperasikan. (Waluyo, 1987).  Lebih lanjut Paulus (1986), menyatakan bahwa
. Hal ini  tentu saja erat hubungannya dengan kondisi oseanografi dan meteorologi  suatu perairan dan faktor biologi dari ikan –ikan  itu sendiri.  Musim penangkapan  di perairan Indonesia bervariasi. Musim  penangkapan  di suatu perairan belum tentu sama dengan perairan yang  lain. Berbeda dari musim ke musim dan bervariasi menurut lokasi penangkapan. Bila   hasil tangkapan lebih banyak dari biasanya disebut musim puncak dan apabila   dihasilkan lebih sedikit dari biasanya disebut musim paceklik.
Pengetahuan mengenai penyebaran dan bioekologi berbagai jenis ikan sangat penting artinya bagi usaha penangkapannya. Data dan informasi tentang penyebaran dan bioekologi ikan pelagis sangat diperlukan dalam mengkaji daerah
penangkapan ikan di suatu perairan  seperti perairan laut banda,  kawasan timur Indonesia, kawasan  Samudra Hindia dan lain sebagainnya.

IV. RUMPON

Rumpon merupakan salah satu alat bantu untuk meningkatkan hasil tangkapan dimana mempunyai kontruksinya menyerupai pepohonan yang di pasang (ditanam) di suatau tempat di perairan laut  yang berfungsi sebagai tempat berlindung, mencarai makan, memijah, dan berkumpulnya ikan. Sehingga rumpon ini dapat diartikan tempat  berkumpulnya ikan  di laut, untuk mengefisienkan oprasi penangkapan bagi para nelayan.

Rumpon merupakan alat bantu  penangkapan ikan yang fungsinya sebagai pembantu untuk menarik perhatian ikan agar  berkumpul disuatu tempat yang selanjutnya diadakan penangkapan.
Dengan makin majunya  rumpon telah menjadi salah satu alternatif untuk menciptakan daerah penangkapan buatan dan manfaat keberadaannya cukup besar. Sebelum mengenal rumpon, nelayan menangkap ikan dengan cara mengejar ikan atau menangkap kelompok ikan di laut, kini dengan makin berkembangnya rumpon maka pada saat musim penangkapan,  lokasi penangkapan menjadi pasti di suatu tempat. Dengan telah ditentukan daerah penangkapan maka tujuan penangkapan oleh nelayan dapat menghemat bahan bakar, karena mereka tidak lagi mencari dan menangkap kelompok renang ikan dengan menyisir laut yang luas.  Nelayan di beberapa daerah telah banyak yang menerapkan  rumpon ini. Di Utara Pulau Jawa telah lama mengenal rumpon untuk memikat ikan agar berkumpul di sekitar rumpon, sehingga memudahkan penangkapan .
Rumpon umumnya dipasang (ditanam) pada kedalaman 30-75 m, setelah dipasang kedudukan rumpon ada yang diangkat-angkat, tetapi ada juga yang bersfat tetap tergantung pemberat yang digunakan.  Dalam praktek penggunaan rumpon yang mudah diangkat-angkat atu diatur sedemikian rupa, maka waktu menjelang akhir penangkapan, rumpon secara keseluruhan diangkat dari permukaan air dengan bantuan perahu penggerak(skoci,jukung dan canoes).
Untuk rumpon tetap atau rumpon dengan ukuran besar, tidak perlu diangkat sehingga untuk memudahkan penangkpan dibuat rumpon mini, yang pada waktu penangkpan mulai diatur begitu rupa, diusahakan agar ikan-ikan berkumpul di sekitar rumpon ara lain yang ditempuh yaitu seakan-akan meniadakan rumpon induk untuk sementara waktu  dengan cara menenggelamkan rumpon induk atau rumpon induk  atau mengangkat separoh  dari rumpon yang diberi daun nyiur ke atas permukaan air. Terjadilah sekarang ikan-ikan yang semula berkumpul di sekitar rumpon mini dan disini dilakukan penangkapan.    
Sementara itu bisa juga digunakan tanpa sama sekali mengubah kedudukan rumpon yaitu dengan cara mengikatkan tali slembar yang terdapat di salah satu kaki jaring pada pelampung rumpon, sedangkan  ujung tali slembar lainnya ditarik melingkar di depan rumpon. Menjelang akhir penangkapan satu dua orang akan turun ke air untuk mengusir ikan –ikan di sekitar rumpon masuk ke kantong jaring. Cara yang hampir serupa juga dapat dilakukan yaitu setelah jaring dilingkarkan di depan rumpon maka menjelang akhir penangkapan ikan-ikan di dekat rumpon di halau dengan menggunakan galah dari satu sisi perahu.

A. Fungsi dan Manfaat Rumpon
Direktorat Jenderal Perikanan (1995) melaporkan beberapa keuntungan dalam  penggunaan rumpon yakni : memudahkan pencarian gerombolan ikan, biaya eksploitasi  dapat dikurangi dan dapat dimanfaatkan oleh nelayan kecil.
Fungsi rumpon sebagai alat bantu dalam penangkapan ikan adalah sebagai berikut       
a  .Sebagai tempat mengkonsentrasi ikan agar lebih mudah ditemukan   
      gerombolan   ikan dan menangkapanya.
b.  Sebagai tempat berlindung bagi ikan dari pemangsanya
c.  Sebagai tempat berkumpulnya ikan
d.              Sebagai tempat daerah penangkap ikan
e.  Sebagai tempat mencari makan bagi ikan.berlindung jenis ikan tertentu   
     dari serangan ikan predator
f.       Sebagai tempat untuk memijah bagi ikan.
g.      Banyak ikan-ikan kecil dan plankton yang berkumpul disekitar rumpon   dimana ikan dan plankton tersebut merupaka sumber makanan bagi ikan besar.
h.      Ada beberapa jenis ikan seperti tuna dan cakalang yang menjadi rumpon sebagai tempat untuk bermain sehingga nelayan dapat dengan mudah untuk menangkapnya.

Sedangkan manfaatnya adalah sebagai berikut :

1.       Memudahkan nelayan menemukan tempatuntuk mengoperasikan alat   tangkapnya.

2.       Mencegah  terjadinya destruktif fishing, akibat penggunaan bahan peledak dan bahan kimia/beracun.

3.       Meningkatkan produksi dan produktifitas nelayan.

Nelayan dapat mengetahui banyak ikan di daerah rumpon dengan beberapa ciri yang khas yaitu :

1.      Banyaknya buih-buih atau gelembung udara dipermukaan air.

2.      Warna air akan telihat lebih gelap dibandingkan dengan warna air disekitarnya karena banyak ikan yang bergerombol.

3.      Adanya burung yang berkeliaran  di permukaan laut.

4.      Adanya gelondong-gelondong kayu yang hanyut di permukaan laut.

5.      Adanya kelompok ikan lumba-lumba di permukaan laut.

Buih-buih di permukaan laut akibat udara-udara yang dikeluarkan ikan, burung-burung yang menukik dan menyambar-nyambar permukaan laut dan sebagainya. Hal-hal tersebut diatas biasanya terjadi pada dini hari sebelum matahari keluar atau senja hari setelah matahari terbenam disaat-saat mana gerombolan ikan-ikan teraktif untuk naik ke permukaan laut. Tetapi dewasa ini dengan adanya berbagai alat bantu (fish finder, dll) waktu operasipun tidak lagi terbatas pada dini hari atau senja hari, siang haripun jika gerombolan ikan diketemukan segera jaring dipasang.


B. Tata Cara Pemasangan Rumpon

1.      Rumpon dapat  di pasang di wilayah :

     a. Perairan 2 mil laut sampai dengan 4 mil laut, diukur dari garis pantai pada titik surut terendah.

2.      Perairan di atas 4 ml laut sampai dengan 12 mil laut, diukur dari garis pantai titik surut terendah.

a.       Perairan diatas 12 mil dan ZEE Indonesia, dan perorangan atau perusahaan berbadan hukum yang akan memasang rumpon wajib terlebih dahulu memperoleh izin.

3.      Pengusaha / nelayan yang akan memasang rumpon mengajukan permohonana izin kepada Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Dinas Perikanan dan Kelautan propinsi / Kabupaten / kota sesuai kewenangan pemberi izin sesuai dengan Kepmen Kelautan dan Perikanan No.Kep 30/MEN/2004 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon. Dalam permohonan izin harus dilakukan penilaian baik terhadap administrasi pemohan maupun lokasi periran.

Penilaian Lokasi Pemasangan Rumpon Harus Memperhatikan :

a.       Apakah daerah tersebut tidak merupakan alur pelayaran atau kepentingan lainnya seperti daerah suaka, atau daerah lainnya. Pemasangan rumpon tidak boleh dilakukan pada daerah perairan tersebut.

b.      Apakah daerah tersebut tidak merupakan konsentrasi penangkapan ikan nelayan-nelayan yang tidak menggunakan rumpon, rumpon tidak boleh dipasang pada perairan tersebut.

c.       Apakah daerah tersebut berbatasan  dengan propinsi lain, untuk itu maka Dinas Perikanan dan Kelautan dari domisili pemohon izin rumpon ditujukan kepada propinsi tersebut.(   Indah R. 2009).

C. Macam-Macam Rumpon

A. Berdasarkan pada posisi / letak pengumpul ikan :

1.. Rumpon permukaan

          1.1.  Rumpon laut dangkal yaitu di pasang pada kedalaman 20-100 meter        untuk mengumpulkan jenis-jenis ikan pelagis kecl seperti : kembung, selar,     tembang, japuh, layang dan lain sebagainya.





1.2.   Rumpon laut dalam yaitu rumpon yang dipasang pada kedalaman 1200 – 3000  meter untuk mengumpulkan jenis-jenis ikan pelagis besar seperti  tuna, cakalang dan lain sebagainya yang berada di permukaan sampai pada kedalaman 60 meter dibawah permukaan laut. Pada posisi tertentu ikan tuna besar merupakan ikan yang dominan pada kedalaman lebih 100 meter, dibawah permukaan. Pada waktu tertentu (pagi hari dan sore hari) muncul ke permukaan perairan untuk mencari makanan. Pada kondisi ini di permukaan terdapat ikan kecil, misanya ikan layang, ikan tongkol dan lain-lainnya.  

2.   Rumpon Lapisan Tengah

 

 

 

3.   Rumpon Dasar

 

B. Bedasarkan Kemenetapan Pemasangan Rumpon

1.   Rumpon Menetap(memliki jangkar / pemberat berukuran besar) sehingga tidak dapat dipindahkan dan dipasang di perairan dalam dengan kondisi gelombang besar dan arus kuat, guna memikat / mengumpulkanjenis ikan pelagis besar.

2.   Rumpon yang dapat dipindahkan (terbuat dari bahan yang relatif ringan) sehingga memungkinkan untuk diangkat / dipindahkan guna memikat / megumpulkan jenis-jenis ikan pelagis kecil.

C. Berdasarkan Tingkat Teknologi

1.   Rumpon tradisional (teknologi sederhana) bahan-bahan pembuatan murah dan mudah didapat di sekitar lokasi pemasangan, biasa digunakan untuk perikanan sekala kecil. Penggunaan rumpon tradisional ini banyak ditemukan di daerah Mamuju (Sulawesi Selatan) dan Jawa Timur. Menurut Monintja(1993) rumpon banyak digunakan di Indonesia pada tahun 1980, sedangkan Negara yang sudah mengoperasikan  rumpon diantaranya Jepang,Philipina, Srilanka, Papua Nugini dan Australia. Beberapa alasan iakan sering ditemukan disekitar rumpon

               2.   Rumpon modren, investasi relatif besar umumnya digunakan oleh           

                  perikanan sekala besar / industri guna memikat / mengumpulkan jenis- 

                   jenis ikan pelagis besar.

D.Berdasarkan Pemasangan dan Pemanfaatan rumpon dibagi atas 3 jenis :
(a). Rumpon perairan dasar
(b). Rumpon perairan dangkal dan
(c). Rumpon perairan dalam. Menurut    Barus   et al. (1992  menjelaskan  
      bahwa metode pemasangan dari rumpon laut dangkal dan   dalam  
      hampir  sama, perbedaannya hanya pada desain rumpon, lokasi
                  daerah pemasangan serta bahan  yang digunakan . Rumpon laut   
                  dangkal menggunakan bahan dari alam  
                  seperti bambu, rotan, daun kelapa dan batu kali. Sebaliknya pada
                  rumpon laut dalam sebagian besa bahan yang digunakan bukan dari   
                  alam   melainkan berasal dari buatan seperti bahan  sintetis, plat besi,  
                  ban   bekas, tali baja, tali rafia serta semen.
Pemilihan tempat pemasangan rumpon harus memiliki kriteria sebagai berikut :
1). Merupakan daerah lintasan migrasi ikan yang menjadi    penangkapan
2). Tidak menggangu alur pelayaran atau di daerah yang dilarang           memasang rumpon
 3). Mudah untuk mencari dan mencapainya
4). Relatif dekat dengan pangkalan kapal
5). Dasar perairan relatif datar
Bahan yang digunakan bukan dari alam melainkan berasal dari buatan seperti bahan sintetis, plat besi, ban bekas, tali baja, tali rafia serta semen.
Rumpon di Indonesia merupakan Fish Aggregating Divice (FAD) skala kecil dan sederhana yang umumnya dibuat dari bahan tradisional. Rumpon tersebut ditempatkan pada kedalaman perairan yang dangkal dengan jarak 5 – 10 mil (9 – 18 km) dari pantai dan umumnya tidak lebih dari 10 – 20 mil laut (35 km) dari pangkalan terdekat (Mathews, Monintja dan Naamin,  1996).
Selanjutnya Subani (1972) menyatakan bahwa cara pengumpulan ikan dengan  ikatan berupa benda terapung merupakan salah satu bentuk dari FAD, yaitu metode,  benda atau bangunan yang dipakai sebagai sarana untuk penangkapan ikan dengan cara  memikat dan mengumpulkan ikan-kan tersebut. Rumpon merupakan alat bantu  penangkapan ikan yang fungsinya sebagai pembantu untuk menarik perhatian ikan agar  berkumpul disuatu tempat yang selanjutnya diadakan penangkapan.
Prinsip lain penangkapan dengan alat bantu rumpon disamping berfungsi sebagai pengumpul  kawanan ikan, pada hakekatnya adalah agar kawanan ikan mudah ditangkap sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki. Selain itu dengan adanya rumpon, kapal  penangkap dapat menghemat waktu dan bahan bakar, karena tidak perlu lagi mencari   dan mengejar gerombolan ikan dari dan menuju ke lokasi penangkapan. Direktorat Jenderal Perikanan (1995) melaporkan beberapa keuntungan dalam penggunaan rumpon yakni : memudahkan pencarian gerombolan ikan, biaya eksploitasi  dapat dikurangi dan dapat dimanfaatkan oleh nelayan kecil.

Desain rumpon, baik rumpon laut dalam maupun rumpon laut dangkal secara  garis besar terdiri atas empat komponen utama yaitu :
           (1) pelampung (float).
           (2) tali (rope),
           (3) pemikat (atractor)  
           (4) pemberat (sinker).
Tali yang menghubungkan pemberat  dan pelampung pada jarak tertentu disisipkan daun nyiur yang masih melekat pada  pelepahnya setelah dibelah menjadi dua. Panjang tali bervariasi , tetapi pada umumnya  adalah 1,5 kali kedalaman laut tempat rumpon tersebut ditanam (Subani, 1986). Tim  pengkajian rumpon Institut Pertanian Bogor (1987) memberikan persyaratan umum  komponen-komponen dari konstruksi rumpon adalah sebagai berikut :
      (1) Pelampung
a. Mempunyai kemanpuan mengapung yang cukup baik (bagian yang
                mengapung diatas air 1/3 bagian)
b. Konstruksi cukup kuat
c. Tahan terhadap gelombang dan air
d. Mudah dikenali dari jarak jauh
e.         Bahan pembuatnya mudah didapat
      (2) Pemikat
a. Mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan
b.         Tahan lama
c. Mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertical dengan arah ke    
                 bawah
e.         Melindungi ikan-ikan kecil
f. Terbuat dari bahan yang kuat, ahan lama dan murah
       (3) Tali temali
a. Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk
b. Harganya relatif murah
c. Mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap
                benda-benda lainnya dan terhadap arus
d. Tidak bersimpul (less knot)
       (4) Pemberat
a. Bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh
b. Massa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat    
                mencengkeram
Samples dan Sproul (1985), mengemukakan teori tertariknya ikan yang berada di
sekitar rumpon disebabkan karena :
1.   Rumpon sebagai tempat berteduh (shading place) bagi beberapa jenis
ikan tertentu
2.   Rumpon sebagai tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu.
3.   Rumpon sebagai sustrat untuk meletakkan telurnya bagi ikan-ikan  tertentu.
4.   Rumpon sebagai tempat berlindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu
5.   Rumpon sebagai tempat titik acuan navigasi (meeting point) bagi ikan-     
ikan tertentu yang beruaya.
Gooding dan Magnuson (1967) melaporkan bahwa rumpon merupakan tempat stasiun pembersih (cleaning place) bagi ikan-ikan tertentu. Dolphin dewasa umumnya  akan mendekati bagian bawah floating objects dan menggesekkan badannya. Tingkah  laku ikan ini sesuai dengan tingkah laku dari famili coryphaenids yang memindahkan  parasit atau menghilangkan iritasi kulit dengan cara menggesekkannya.
Freon dan Dagorn (2000), menambahkan teori tentang rumpon sebagai tempat berasosiasi  (association place) bagi jenis-jenis ikan tertentu.  Ikan berkumpul disekitar rumpon untuk mencari makan. Menurut Soemarto  (1962) dalam area rumpon terdapat plankton yang merupakan makanan ikan yang lebih
banyak dibandingkan diluar rumpon. Selanjutnya dijelaskan bahwa perairan yang
banyak planktonnya akan menarik ikan untuk mendekat dan memakannya.    
Soedharma  (1994) mengemukakan bahwa organisme yang pertama ada di pelepah daun kelapa  adalah perifiton. Hasil penelitian Yusfiandayani (2004) menemukan bahwa ada sekitar  26 genus perifiton alga yang teramati disekitar atraktor rumpon dan 9 genus untuk   perifiton avertebrata. Perifiton alga yang ditemukan antara lain Nitzchia, Rhizosolenia,  Navicula, Peridinum, Amphiprora dan Chaetoceros sedangkan perifiton avertebrata  yang ditemukan antara lain Calanus, Balanus, Thysanopoda, Microsetella dan   Typhloscolex.
Selanjutnya dijelaskan bahwa perifiton mempengaruhi laju perkembangan   proses kolonisasi organisme pemangsa lainnya termasuk juvenil ikan. Selanjutnya  dikemukakan bahwa selain perifiton ditemukan pula 23 jenis fitoplankton dan 6 genus  zooplankton. Jenis fitoplankton antara lain Chaetoceros, Rhizosolenia dan Thysanessa   sedangkan jenis zooplankton antara lain Eutintinus, Eucalanus, Synchaeta dan  Stolomophorus.   Kelimpahan fitoplankton dan perifiton di suatu perairan sangat dipengaruhi oleh  faktor-faktor lingkungan yang meliputi fisika, kimia dan biologi. Faktor-faktor tersebut  antara lain adalah suhu, kekeruhan, kecerahan, pH, gas-gas terlarut, unsur hara dan
adanya interaksi dengan organisme lain (Odum, 1971).
Menurut Jamal (2003) menyatakan bahwa parameter fisika/kimia perairan  disekitar rumpon berada pada kisaran normal, yaitu kecepatan arus berkisar antara 0,001-  0,30 m/det, suhu 29,33-30,33OC, salinitas 30-31 ppt, kecerahan 77,33-84,67 % serta  oksigen terlarut 4-4,57 ppm.
Subani (1986) mengemukakan bahwa ikan-ikan yang berkumpul disekitar rumpon  menggunakan rumpon sebagai tempat berlindung juga untuk mencari makan dalam arti  luas tetapi tidak memakan daun-daun rumpon tersebut. Selanjutnya dijelaskan bahwa  adanya ikan di sekitar rumpon berkaitan dengan pola jaringan makanan dimana rumpon  menciptakan suatu arena makan dan dimulai dengan tumbuhnya bakteri dan mikroalga
ketika rumpon dipasang. Kemudian mahluk renik ini bersama dengan hewan-hewan   kecil lainnya, menarik perhatian ikan-ikan pelagis ukuran kecil. Ikan-ikan pelagis ini  akan memikat ikan yang berukuran lebih besar untk memakannya.
Subani, 1986, menyatakan bahwa  rumpon sebagai tempat berlindung banyak  ikan-ikan tertentu  yang berada disekitar rumpon berenang pada sisi depan atau belakang atraktor di lihat  dari arah arus. Kadang-kadang mereka bergerak ke kiri dan ke kanan tetapi selalu   kembali ketempat semula demikian juga terhadap arus (sifat ikan umumnya berenang  menentang arus). Sedangkan dari arah lapisan yang lebih dalam terdapat ikan pemangsa  yang berenang ke pertengahan atau permukaan perairan untuk memangsa ikan yang  berukuran lebih kecil. Perilaku bergerombol dari ikan dengan adanya rumpon maka  pemangsa akan mengalami kesulitan dalam menyambar mangsanya karena ikan yang  lemah terlindungi oleh adanya ikan lain dan atraktor.

V. RUMPON SEBAGAI  ALAT  BANTU  DAPAT  MENINGKATKAN     HASIL TANGKAPAN

Rumpon sebagai alat bantu untuk menangkap ikan yang dipasang di laut, baik laut dangkal maupun alaut dalam dapat meningkatkan hasil tangkapan. Pemasangan tersebut dimaksudkan untuk menarik gerombolan ikan agar berkumpul disekitar rumpon, sehingga ikan mudah untuk ditangkap. Dengan pemasangan rumpon maka kegiatan penangkpan ikan akan menjadi lebih efektif dan efisien karena tidak lagi berburu ikan (dengan mengikuti ruayanya ) tetapi cukup melakukan kegiatan penangkapan ikan desekitar rumpon tersebut.

Sebagai alat bantu penangkapan ikan, rumpon berfungsi untuk mengumpulkan kelompok ikan (ikan-ikan pelagis kecil dan pelagis besar) pada suatu area tertentu sebalum dilakukan penangkapan. Rumpon di  Indonesia telah dikenal sejak dulu yang dikenal dengan berbagai macam istilah seperti Rabo (Sumater Barat), tendak (Jawa), rumpong (Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan) dan tuasen (Sumatera  Utara).

Rumpon perairan dalam sangat bermanfaat  bagi masyarakat nelayan maupun bagi kelestarian ekosistem perairan. Hal ini disebab karena teknologi rumpon laut dalam atau rumpon perairan ini memudahkan nelayan atau para penangkap ikan lainnya untuk dapat mengambil ikan yang berada pada kedalaman diatas 200 meter. Sehingga hasil yang diperoleh juga akan semakin meningkat.

Sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki. Selain itu dengan adanya rumpon, kapal penangkap dapat menghemat waktu dan bahan bakar, karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan ikan dari dan menuju ke lokasi penangkapan.

VI. ALAT TANGKAP YANG DAPAT  DIGUNAKAN DISEKITAR       
       RUMPON

Berbagai alat tangkap digunakan di sekitar rumpon, antara lain alat tangkap :

1.      Rawai tuna atau tuna longline adalah merupakan rangkaian sejumlah  pancing yang dioperasikan sekaligus.

2.       Huhate (pole and line) khusus dipakai untuk menangkap ikan cakalang, sering disebut juga pancing cakalang. Dioperasikan sepanjang siang hari pada saat terdapat gerombolan ikan di sekitar rumpon.

3.      Handline (pancing ulur) dioperasikan pada siang hari, kontruksi alat ini sangat sederhana, pada satu tali pancing utama dirangkaikan 2-mata pancing secara verstikal, dalam pengoperasian alat ini rumpon sebagai alat pengumpul ikan.

4.       Pukat cincin ( purse seine)  adalah jaring yang di bagian bawah   nya di pasang sejumlah cincin atau gelang besi.

5.      Jaring insang (gillnet) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang dengan   ukuran mata yang sama di sepanjang jaring.

6. Dan lain-lainnya.

 Sedangkan di Propinsi Maluku Utara dan Sulawesi, para nelayan telah mulai mengenal rumpon, digunakan untuk memikat ikan permukaan (pelagic fish), antara lain : ikan selar, ikan layang,ikan kembung, tuna, dan cakalang agar berkumpul sehingga memudahkan nelayan yang menggunakan alat tangkap huhate dan pancing, Rumpon merupakan alat penggumpul  ikan yang berfungsi untuk mengumpulkan ikan, sehingga memudahkan usaha penangkapannya. Dengan penggunaan rumpon yang tepat maka dapat mempersingkat waktu operasi, meningkatkan hasil tangkapan, menghemat bahan  bakar minyak dan juga penggunaan rumpon terutama untuk alat tangkap pancing.

VII. A. KESIMPULAN
       Dalam tulisan ini dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.      Rumpon atau fish Agregation Device merupakan suatu alat bantu 
penangkapan    ikan yang telah banyak digunakan oleh nelayan,
 karena dapat meningkatkan hasil tangkapan,  dimana mempunyai kontruksinya menyerupai pepohonan yang di pasang (ditanam) di suatau tempat di perairan laut.
2    Fungsi rumpon adalah sebagai tempat berlindung, mencarai makan, memijah, dan berkumpulnya ikan. Sehingga rumpon ini dapat diartikan tempat  berkumpulnya ikan  di laut, untuk mengefisienkan operasi penangkapan bagi para nelayan.
3.   Syarat-syarat penempatan rumpon di perairan adalah  ikan mudah  
datang dan  berkumpul, aman, alat tangkap mudah dioperasikan dan secara  ekonomi menguntungkan.
4.   Alat  tangkap yang  digunakan di sekitar rumpon, antara lain alat    
tangkap purse seine, pole and line, rawai tuna, pancing ulur, jaring insang dan lain-lainya.
5.   Jenis ikan yang ada disekitar rumpon pada umumnya ikan yang  
berada didaerah perairan permukaan dan hidupnya bergerombolan
seperti : ikan kembung. Ikan lemuru, ikan cakalang, ikan tuna, ikan tongkol dan lainnya.

DAFTAR PUSAKA
Anonim. 2007. Klasifikasi Alat Penangkapan Ikan Indonesia. Balai Besar         Pengembangan Penangkapan Ikan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Balai Riset Penangkapan Laut-BRKP, 1996.Musim Penangkpan Ikan Pelagis Besar (ikan Tuna). http://www.fishyforum.com/fishysalt/fishyronment/96- musim-penangkapan-ikan-pelagis-besar.html
Direktorat Jenderal Perikanan, 1995. Penggunaan Payaos/rumpon di Indonesia.  Jakarta 11 hal.
Dinas Perikanan Propinsi, 2008. Jenis-jenis Alat tangkap Rumpon.Gema    
Bina Jawa Barat.
Dinas Perikanan Propinsi, 2008. Teknologi Penangkapan Ikan Tuna.Gema
Bina.Jawa Barat. Warning: mysql_fetch_array(): supplied argument is not 
a valid MySQL result resource in /home/smanncom/public_html/detkat.php 
on line 73
Gafa dan Sarjana, 1992. Pedoman Teknis Peningkatan Produksi dan Efisiensi
melalui Penerapan Teknologi Rumpon. Departemen Pertanian. Badan
         Penlitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan
         Perikanan, Jakarta 7 hal.
Jamal, M., 2003. Studi Pengguaan Rumpon untuk Meningkatkan Produksi Hasil Tangkapan gillnet dan Bubu Dasar yang dioperasikan di Perairan   
Kabupaten  Sinjai Sulawesi Selatan. Lutjanus. Jurnal Teknologi Perikanan
dan Kelautan. Vol 8 No.2, Juli 2003, hal 223-231
Jamal, 2004. Organisasai dan Komplik dalam Ekspansi of The Fishing Groud
untuk Rumpon Perikanan oleh Orang Sinjai. Institut Pertanian Bogor

http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=12666929565
http://npl-vedca.blogspot.com/2008/04/teknologi-penangkapan-ikan-tuna.html 

Soedharma, D. 1994. Suatu Struktur Komunitas Ikan pada Kombinasi Rumpon
         Permukaan dan Rumpon Dasar di Teluk Lampung. Laporan Penelitian
         Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal 9-26.
Subani, W. 1972. Alat dan Cara Penangkapan Ikan di Indonesia. Jilid 1. Lembaga
         Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Hal : 85-104
Subani, W. 1986. Telaah Penggunaan Rumpon dan Payaos dalam Perikanan    
         Indonesia  Jurnal Penelitian Perikanan Laut, BPPL, Jakarta, 35: 35-45
Tim Pengkajian Rumpon Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 1987.     
         Laporan  Akhir Survey Lokasi dan Desain Rumpon di Perairan Ternate,   
         Tidore, Bacan  dan sekitarnya. Laporan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya  
         Perikanan Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Yusfiandayani, R. 2004. Studi Tentang Mekanisme Berkumpulnya Ikan Pelagis   
         Kecil di  Sekitar Rumpon dan Pengembangan Perikanan di Perairan 
         Pasauran, Propinsi  Banten. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut
         Pertanian Bogor.