Senin, 20 Oktober 2014

fekunditas ikan ( ikan Bilih dan kepiting Bakau )



FEKUNDITAS
(Hasil Penetian Pada Ikan Bilih dan Kepiting Bakau)

A, FEKUNDITAS IKAN 

Pengetahuan mengenai fekunditas merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam biologi perikanan. Fekunditas ikan telah dipelajari bukan saja merupakan salah satu aspek dari natural history, tetapi sebenarnya ada hubungannya dengan studi dinamika populasi, sifat-sifat rasial, produksi dan persoalan stok-rekruitmen (Bagenal, 1978).

Dari fekunditas secara tidak langsung kita dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan. Dalam hubungan ini tentu ada faktor-faktor lain yang memegang peranan penting dan sangat erat hubungannya dengan strategi reprodusi dalam rangka mempertahankan kehadiran spesies itu di alam.

Selain itu, fekunditas merupakan suatu subyek yang dapat menyesuaikan dengan bermacam-macam kondisi terutama dengan respons terhadap makanan. Jumlah telur yang dikeluarkan merupakan satu mata rantai penghubung antara satu generasi dengan generasi berikutnya, tetapi secara umum tidak ada hubungan yang jelas antara fekunditas dengan jumlah telur yang dihasilkan.
Pengetahuan fekunditas dan indeks gonad somatik (IGS) merupakan salah satu aspek yang memiliki peran penting dalam biologi perikanan, dimana fekunditas berkaitan erat dengan studi dinamika populasi, produksi serta stock recruitment (Bagenal, 1978 dalam Effendie, 1997), sedangkan nilai IGS digunakan untuk memprediksi kapan ikan tersebut akan siap dilakukannya
pemijahan (Kartamihardja dkk., 1999). Nilai IGS tersebut akan mencapai batas kisaran aksimum pada saat akan terjadinya pemijahan (Effendie, 1979) Pemijahan sebagai salah satu bagian dari reproduksi merupakan mata rantai daur hidup yang menentukan kelangsungan hidup spesies. Penambahan populasi ikan bergantung pada keberhasilan pemijahan (Nikolsky, 1963 dalam Satria, 1991).
Macam-macam fekunditas

Telah banyak usaha-usaha untuk menerangkan dan membuat definisi mengenai fekunditas. Mungkin definisi yang paling dekat dengan kebenarannya adalah seperti apa yang terdapat pada ikan Salmon (Onchorynchus sp). Ikan ini selama hidupnya hanya satu kali memijah dan kemudian mati.

Semua telur-telur yang akan dikeluarkan pada waktu pemijahan itulah yang dimaksud dengan fekunditas. Tetapi karena spesies ikan yang ada itu bermacam-macam dengan sifatnya masing-masing, maka beberapa peneliti berdasarkan kepada definisi yang umum tadi lebih mengembangkan lagi definisi fekunditas sehubungan dengan aspek-aspek yang ditelitinya. Misalnya kesulitan yang timbul dalam menentukan fekunditas itu ialah komposisi telur yang heterogen, tingkat kematangan gonad yang tidak seragam dari populasi ikan termaksud, waktu pemijahan yang berbeda dan lain-lainnya. Bagenal (1978) membedakan antara fekunditas yaitu jumlah telur matang yang akan dikeluarkan dengan fertilitas yaitu jumlah telur matang yang dikeluarkan oleh induk.

1,FEKUNDITAS IKAN BILIH (MYSTACOLEUCUS PADANGENSIS)

            Kegiatan penangkapan ikan Bilih banyak dilakukan di muara-muara sungai ekitar Danau Singkarak yang merupakan daerah pemijahan ikan Bilih,sehingga dapat engurangi penambahan individu baru ikan Bilih (stockrecruitment). Keadaan seperti ini dapat mengancam kelestarian populasi ikan Bilih di Danau Singkarak. Ikan Bilih perlu dilestarikan melalui pengelolaan habitat serta pemanfaatan yang memperhatikan aspek reproduksi ikan Bilih. Salah satu masalah dasar aspek reproduksi ikan Bilih yang perlu dikaji adalah bagaimana fekunditas ikan Bilih yang masuk ke muara sungai yang ada di sekitar Danau Singkarak. Kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui fekunditas ikan Bilih yang masuk ke muara sungai di sekitar Danau Singkarak, yang menunjukkan potensi telur yang dihasilkan untuk pemijahan ikan Bilih.

A,A. Cara Kerja

.1. Pengambilan Contoh ikan Bilih Penelitian ini menggunakan metode survei. Pengambilan contoh menggunakan metode purposive random sampling, dengan tempat pengambilan contoh ditentukan sebanyak tiga stasiun. Pengambilan contoh ikan Bilih dilakukan satu kali per stasiun penelitian pada pukul 18.00 – 06.00 WIB pada setiap awal bulan November 2001 sampai awal bulan Januari 2002 di tiga stasiun pengamatan yaitu muara Sungai Saning Bakar (Stasiun I), Paninggahan (Stasiun II) dan Sumpur (Stasiun III).
.2. Pengawetan Contoh Ikan Bilih Untuk mencegah proses pembusukan telur dan ovarium dalam tubuh ikan,maka contoh ikan disimpan dalam wadah yang berisi es, selanjutnya di laboratorium contoh ikan tersebut dimasukkan ke dalam freezer (Effendie, 1979).
3. Pengukuran Panjang dan Berat Tubuh Ikan Bilih Contoh ikan Bilih diukur panjangnya dengan mistar ukur dan ditimbang beratnya dengan timbangan. Sistem pengukuran yang digunakan adalah panjang total atau panjang mutlak (panjang AB) yaitu panjang ikan yang diukur mulai dari ujung terdepan bagian kepala sampai ujung terakhir bagian ekor. Pada saat
dilakukannya pengukuran mulut ikan harus berada dalam kondisi    tertutup agar tercapai ujung terdepan, bagian terdepan harus bertepatan dengan angka 0,sedangkan bagian terbelakang yaitu ujung ekor ikan (Effendie, 1979).



4. Penentuan Fekunditas Fekunditas mutlak ikan Bilih yang berada pada tingkat kematangan gonad IV dihitung berdasarkan metode sub contoh dengan grafimetrik (Nikolsky, 1963)
sebagai berikut:
F : t = B : b
Keterangan:
F = Fekunditas total
t = Jumlah telur dari contoh gonad (butir)
B = Berat gonad total (gram)
b = Berat contoh gonad (gram)


NILAI FEKUDINTASA

Nilai fekunditas mutlak ikan Bilih betina pada Tingkat Kematangan Gonad (TKG) IV yang diperoleh selama penelitian pada tiga stasiun pengamatan secara keseluruhan berkisar 880 -4.723 butir/individu. Nilai tersebut menunjukkan potensi telur yang dihasilkan untuk suatu pemijahan.
Hasil perhitungan fekunditas mutlak diperoleh jumlah telur yang bervariasi menurut panjang total ikan, berat tubuh, dan berat gonad. Ikan dengan ukuran yang sama belum tentu memiliki fekunditas yang sama pula. Hal ini diduga disebabkan faktor ikan dalam pegambilan makanannya yang berbeda, juga karena faktor lain, yang mana setiap individu meskipun satu spesies dan memiliki ukuran yang sama pun akan memiliki fekunditas yang berbeda serta ervariasi jumlahnya (Effendie, 1997).Pada penelitian ini diperoleh panjang total ikan Bilih yang sudah matang gonad berkisar atara 75 – 105 mm dengan kisaran berat tubuh atara 3,5 – 9,4 gram
serta berat gonad 0,22 – 1,09 gram. Bagenal (1978) menyatakan bahwa ukuran ikan pada saat pertama kali matang gonad tidak selalu sama tergantung pada keadaan ekologis perairan. Bilih betina matang gonad yang diperoleh selama penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Grafik rataan nilai fekunditas ikan Bilih betina pada TKG IV pada tiga stasiun
pengamatan selama bulan November 2001 – Januari 2002

pada stasiun I, II, dan III terjadi pada waktu yang sama pada bulan November 2001 yaitu sebesar 1.495 butir/individu (Stasiun I), 2.077 butir/individu (Stasiun II), dan 1.890 butir/individu (Stasiun III). Rataan fekunditas tertinggi pada setiap stasiun terjadi pada waktu yang sama pada bulan Januari 2002 yaitu sebesar 3.004 butir/individu (Stasiun I), 3.397 butir/individu (Stasiun II), dan 3.212 butir telur/individu (Stasiun III). Tingginya nilai fekunditas ikan Bilih pada bulan
Januari 2002 dibandingkan dengan bulan pengamatan lainnya disebabkan secara keseluruhan terlihat bahwa rataan panjang total, berat tubuh, dan berat gonad yang diperoleh pada bulan Januari 2002 di tiga stasiun pengamatan lebih besar dibandingkan yang diperoleh pada bulan November 2001
 (Tabel 1).

Bulan

Stasiun
1


Stasiun11


Stasiun111


Pt
(mm)
Bt
(gr)
Bg
(gr)
Pt
(mm)
Bt
(gr)
Bg
(gr)
Pt
(mm)
Bt
(gr)
Bg
(gr)
Nof 2001
82,44
± 4,90
4,92
± 0,97
0,37
± 0,15
86,84
± 3,86
5,45
± 0,87
O,,51
± 0,15
83,9
± 2,97
4,99
± 0,79
0,46
± 0,12
Des 2001
84,74  ± 3,28
5,43      ± 0,94
0,53  ± 0,13
85,1
± 3,09     
45,66 
 ± 0,84
0,58
± 0,13
85,28
± 4,5
5,53
± 1,11
0,56
± 0,16
Jan
2002
92,72   ± 2,78     
6,91± 0,84         
0,73 ± 0,13         
93,6± 3,96            
7,34± 0,94         
0,82  ± 0,12         
91,5   ± 12,23      
7,06   ± 0,84         
0,77± 0,12
Keterangan: Pt = Panjang total, Bt = Berat total, Bg = Berat gonad


menunjukkan bahwa secara keseluruhan pada semua stasiun pengamatan kisaran rataan panjang total, berat tubuh, dan berat gonad yang diperoleh pada bulan November 2001
 yaitu : 82,44 – 6,84 mm, 4,92 – 5,45 gram dan 0,37 – 0,51 gram.
Pada bulan Januari 2002 kisaran rataan panjang total
 yaitu : 91,5 – 93,6 mm dengan kisaran rataan berat tubuh dan berat gonad 6,91 – 7,34 gram dan 0,73 – 0,82 gram.
 Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar nilai berat tubuh dan berat ovari, maka fekunditas semakin tinggi. Hasil ini sesuai dengan Syandri (1997) bahwa secara umum bertambahnya berat tubuh akan mengakibatkan bertambahnya berat gonad dan fekunditas semakin tinggi.
Tingginya nilai fekunditas pada bulan Januari 2002 juga berhubungan dengan musim hujan di area Danau Singkarak. Musim juga mempengaruhi fekunditas ikan (Syandri, 1997). Hasil pengamatan Stasiun Klimatologi Sicincin Sumatera Barat menunjukkan bahwa pada bulan Januari 2002 curah hujan di area Danau Singkarak tertinggi dibandingkan dengan bulan pengamatan lainnya yaitu 290 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 25 hari (musim hujan), sedangkan pada bulan November 2001 curah hujan sebesar 78 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 23 hari, dan bulan Desember 2001 curah hujan sebesar 198 mm/bulan dengan jumlah hari hujan 19 hari. Air hujan yang menimbulkan arus, perubahan salinitas serta perubahan tinggi permukaan perairan dapat menjadi rangsangan ikan untuk beruaya.

B,FEKUNDITAS KEPITING BAKAU
Pendahuluan
Habitat kepiting bakau (Scylla serrata) adalah estuaria, daerah hutan bakau dan daerah lepas pantai yang mempunyai subtrat dasar perairan berlumpur (Rattanachote dan Dangwatanakul, 1991). Siklus hidup kepiting dimulai dari stadium telur sampai megalopa berada di perairan laut dan setelah masuk Pengaruh Kepadatan Terhadap Tingkat Kematangan Gonad dan Fekunditas Kepiting Bakau (Scylla serrata)
 Dinyatakan oleh Kasri ( 1991 ) bahwa keberadaan kepiting bakau di daerah pantai dan hutan bakau merupakan bagian dari strategi kehidupannya untuk mencapai pertumbuhan dan berkembang dewasa dengan mendapatkan makanan yang mencukupi. Kepiting bakau yang mencapai tahap dewasa dan memasuki tahap reproduksi, akan memanfaatkan keberadaannya di wilayah pantai dan estuaria untuk mencari makanan yang bervariasi dan mencukupi untuk mendukung proses reproduksi tersebut.
Materi dan Metode.
Karamba berjumlah 4 buah berukuran 2 x 1.5 x1 meter. Karamba tersebut terbagi menjadi empat petak, yang masing – masing petak pada bagian atas dapat dibuka, yang masing – masing berukuran 1 x 0,75 x 1 meter. Karamba tersebut terbuat dari bamboo serta dilengkapi dengan jaring pada bagian bawah untuk menghindari masuknya biota lain dan mencegah keluarnya kepiting. Karamba tersebut masing – masing diletakkan pada setiap sisi daritambak, berjarang 2 meter dari tanggul, dengan caren yang diperdalam 20 cm didasar karamba dan permukaan dasar tambak. Tambak tradisional ( pada musim kemarau digunakan sebagai tambak garam ) berukuran 60 x 40 m, dengan kedalaman perairan diantara 80 – 110 cm.
Penelitian ini dilaksanakan dengan metoda eksperimental secara in situ, dimana kultivasi kepiting bakau dilakukan didalam karamba yang diletakkan pada tambak. Perlakuan yang diberikan dengan 4 kali ulangan, yaitu :

1, Perlakuan A, kepadatan benih kepiting sejumlah enam (6) ekor, 2 jantan dan 4 betina, sehingga kepadatan 6 ekor per 0.75 m2 atau 8 ekor per m2.
2. Perlakuan B, kepadatan benih kepiting sejumlah delapan (8) ekor, 3 jantan dan 5 betina, sehingga kepadatan 8 ekor per 0.75 m2 atau 10 ekor per m2.
3. Perlakuan C, kepadatan benih kepiting sejumlah sepuluh (10) ekor, 4 jantan dan 6 betina,
sehingga kepadatan 10 ekor per 0.75 m2 atau 13 ekor per m2.
4. Perlakuan D, kepadatan benih kepiting sejumlah 12 ekor, masing – masing 5 jantan dan 7 betina,ehingga kepadatan 12 ekor per 0.75 m2 atau 16 ekor per m2.
 Analisis data hasil penelitian ini menggunakan formula (Bats, 1972 dalam Effendie, 1997 ; Romimohtarto dan Juwana, 1999, 2000 ) sebagai
berikut :
1. Indeks Kematangan Gonad ( GI )GI = ( Wg / B3 ) x 10 8
dimana :
W g = Berat Gonad
B = Berat Kepiting
2. Fekunditas ( F ) F = n V / v
dimana : n = Jumlah Telur dalam Sampel 198 Pengaruh Kepadatan terhadap Tingkat Kematangan Gonad dan Fekunditas Kepiting Bakau
V = Berat Total Gonad
v = Berat Gonad Sampel
3. Hubungan antara Berat dan Fekunditas ditentukan berdasarkan persamaan :
F = a + b B dimana :
F = Fekunditas
B = Berat Kepiting
a dan b = konstanta Hasil dan Pembahasan Hasil pengamatan terhadap kematangan gonad
kepiting Scylla serrata menunjukkan bahwa pada awal minggu ketiga, khususnya tanggal 23 Oktober 2001 telah mencapai kematangan gonad secara merata pada semua perlakuan. Hasil pengamatan terhadap Indeks Kematangan Gonad ( GI ) menunjukkan bahwa
perlakuan C memberikan hasil tertinggi berkisar diantara 63.61 – 68.7 dengan nilai rata – rata sebesar 65.12 ± 2.39. Sedangkan perlakuan B memberikan hasil terrendah berkisar diantara 45.51 – 56.89 dengan nilai rata – rata sebesar 51.07 ± 4.83 ,Kematangan Gonad ( GI ) yang dicapai oleh semua perlakuan pada akhir dari minggu kedua diduga berkaitan erat dengan jenis dan jumlah makanan yang mencukupi. Pada penelitian ini makanan yang diberikan adalah ikan rucah Kuniran (Parupeneus sp.). Jenis makanan tersebut diduga memberikan unsure nutritif yang mencukupi, khususnya untuk mendukung proses kematangan gonad kepiting.
Dinyatakan oleh Kasri ( 1991 ) bahwa pada saat kepiting dalam fase reproduksi akan membutuhkan kuantitas pakan serta kualitas nutrisi yang mencukupi untuk menunjang proses – proses reproduksi dan kematangan gonad. Pemberian pakan ikan rucah Kuniran (Parupeneus sp.) sejumlah 10 – 15 %, dan diberikan dua kali sehari diduga dapat memenuhi kebutuhan kepiting secara kuantitas dan kualitas untuk menunjang proses reproduksi dan kematangan gonad. Faktor makanan tersebut diduga memicu terjadinya proses kematangan gonad telur kepiting pada minggu kedua secara merata.
Dinyatakan oleh Nurdjana et. al. (1980) bahwa pada induk crustacea yang telah matang gonad akan mengeluarkan hormon GSH. Hal ini mengakibatkan crustacea yang lain ikut terangsang untuk segera matang gonad dan telur. Penjelasan ini menunjukkan bahwa kematangan telur yang terjadi bersama – sama adalah kecukupan jumlah dan nutritive pakan kepiting, serta terjadinya proses fisiologis kematangan gonad pada satu individu akan merangsang individu yang lain.
Indeks kematangan gonad pada semua perlakuan memberikan nilai terrendah 42.87 dan tertinggi
68.70. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kematangan gonad pada semua perlakuan berdasarkan
kriteria Effendie ( 1997 ) serta Romomohtarto dan Juwana ( 1999 )

     
,Daftar Pustaka
September. Jakarta. Juwana, S. dan Kasijan Romimohtarto, 2000.Rajungan, Perikanan, Cara Budiddaya dan Menu
Masakan. Djambatan. 47 hal. Kasri, A. 1991. Budidaya kepiting bakau dan biologi ringkas. Penerbit Bhratara. Jakarta.
Kuntiyo., Arifin, Z. dan Supratno, T.K.P. 1993. Pedoman budidaya kepiting bakau (Scylla serrata) di tambak.
 Lokakarya pembentukan jaringan kerja pelestarian mangrove. Pemalang 12 - 13 Agustus 1998. Landra, F.D, 1991. Mud crab fattening practises in the Philippines. The Bureau of Fisheries and Aquatic Resources. Philippines.
Nurdjana, M.L., Anindiastuti and B. saleh, 1980. Produksi induk matang telur udang penaeid.
dalam Nirnama, 1980. Pedoman pembenihan udang penaeid. Dirjen Perikanan – Deptan. 37-
52
Pengaruh Kepadatan terhadap Tingkat Kematangan Gonad dan Fekunditas Kepiting Bakau
(Hadi Endrawati, dkk) 201
Azhar. 1993. Studi Ekologi Ikan Bilih (Mystacoleucus padangensis Blkr.) di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB,

Bogor: 134 hlm.Bagenal, T.B. 1978. Aspects of Fish Fecundity. Ecology of Freshwater Fish
Reproduction. Blackwell Scientific Publications. Oxford: 75 – 101.

Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam (DPPA). 1980. Pedoman Pengelolaan Satwa Langka. Jilid III. Serangga, Ikan serta Reptilia dan Mamalia Laut.

Direktorat Jenderal Kehutanan, Bogor: 20 hlm.Effendie, I.M. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor: 112 hlm.Effendie, I.M. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama, Yogyakarta:163 hlm.Junaidi, E. 2000.

Pemanfaatan dan Pelestarian Ikan Bilih (Mystacoleucuspadangensis Bleeker.) di Danau Singkarak, Sumatera Barat. Tesis.Program Pasca Sarjana ITB, Bandung: 98 hlm.


TUGAS
BIOLOGI PERIKANAN

unpattilogo.gif

Di susun     :

Nama                             : darwis rumbaru
Nim                      : 2010 – 63 – 046
Prody                             : M  S  P




Fakultas perikanan dan ilmu kelautan
Universitass pattimura
Ambon
2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar