Mengenal
Ikan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus)
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ikan Kerapu (Epinephelus sp) umumnya dikenal dengan
istilah "groupers" dan merupakan salah satu komoditas perikanan yang
mempunyai peluang baik dipasarkan domestik maupun padar internasional dan
selain itu nilai jualnya cukup tinggi. Eksport ikan kerapu melaju pesat sebesar
350% yaitu dari 19 ton pada tahun 1987 menjadi 57 ton pada tahun 1988 (Deptan,
1990 dalam Tarwiyah, 2001).
Produksi ikan kerapu saat ini masih relatif rendah sehingga
mengakibatkan harga jual kerapu juga masih mahal dibandingkan dengan keadaan
mati (segar). Harga ikan kerapu bebek (Chmoreleptis altivelis) di
tingkat produsen atau pengusahaan KJA mencapi Rp 400.000 per kilogram,
sedangkan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) Rp 130.000 Per
kilogram. Rendahnya produksi kerapu disebabkan oleh masih tingginya penangkapan
langsung dari laut yang bisa menggunakan alat tangkap kail, yaitu hand line dan
longline. Alat tangkap ini hanya bisa satu per satu sehingga dibutuhkan
waktu yang lama untuk mendapatkan kerapu dalam jumlah besar. Selain itu jumlah
kerapu di laut juga semakin berkurang karena terjadi over fishing di
beberapa daerah dan penggunaan bahan peledak serta potasium sianida yang
mengakibatkan anak-anak kerapu yang belum layak tangkap mati. Penangkapan
dengan menggunakan cara di atas juga mengakibatkan ikan yang didapat dalam
keadaan mati, padahal permintaan pasar luar negeri maupun dalam negeri lebih banyak menginginkan kerapu
dalam keadaan hidup (Sulaiman, 2010).
Permintaan jenis kerapu macan di pasaran internasional terus meningkat sehingga
untuk keperluan ekspor cukup tinggi dibandingkan jenis kerapu lainnya.
Informasi dari salah satu perusahaan swasta yang mengekspor berbagai jenis ikan
ekonomis penting menjelaskan bahwa permintaan untuk jenis kerapu sekitar 4.000
kg/hari (Anonim, 1998 dalam Alit, 2010).
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan di dalam makalah ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana morfologi ikan kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttatus)?
2. Bagaimana tingkah laku ikan kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttatus)?
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan Makalah ini
adalah:
1. Mengetahui lebih dalam tentang
klasifikasi dan morfologi ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus).
2. Mengetahui lebih lanjut tentang
tingkah laku ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus).
1.4 Kegunaan
Diharapkan makalah ini dapat
bermanfaat bagi:
1. Praktisi: Untuk memberikan masukan
dalam pergerakan terhadap perlindungan keberlanjutan pengelolaan ikan kerapu
macan (Epinephelus fuscoguttatus).
2. Akademisi: Menambah referensi
penelitian di bidang tingkah laku ikan kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus).
3. Pemerintah: Memberikan masukan di
dalam merumuskan kebijakan tentang pengelolaan ikan kerapu macan (Epinephelus
fuscoguttatus).
POKOK BAHASAN
2.1
Ikan Kerapu Macan
Klasifikasi
Ilmiah Ikan Kerapu Macan
Menurut
Ghufran (2001) dalam Sulaiman (2010), ikan kerapu dapat diklasifikasikan
secara taksonomi sebagai berikut:
Filum
: Chordata
Klas
: Pisces
Ordo
: Perciformes
Famili
: Serranidae
Genus
: Cromileptes
Spesies
: Cromileptes altivelis
Genus
: Plectropoma
Spesies
: Plectropoma maculatus, P. Leopardus, dan P.oligacanthus
Genus
: Epinephelus
Morfologi
Ikan Kerapu
Menurut wardana (1994) dalam Sulaiman (2010),
ciri-ciri morfologi ikan kerapu adalah sebagai berikut:
1). Bentuk
tubuh pipih, yaitu lebar tubuh lebih kecil daripada panjang dan tinggi tubuh.
2). Rahang
atas dan bawah dilengkapi dengan gigi yang lancip dan kuat.
3). Mulut
lebar, serong ke atas dengan bibit bawah yang sedikit menonjol melibihi bibir
atas.
4). Serip
ekor berbentuk bundar, sirip punggung tunggal dan memanjang di mana bagian yang
berjari-jari keras kurang lebih sama dengan yang berjari-jari lunak.
5). Posisi
sirip perut berada di bawah sirip dada.
6). Badan
ditutupi sirip kecil yang bersisik stenoid.
Bentuk ikan kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus) mirip
dengan kerapu lumpur, tetapi dengan badan yang agak lebar. Masyarakat
Internasional menyebutnya dengan sebutan flower atau carpet cod (Ghufran,
2001 dalam Sulaiman, 2010). Ikan kerapu macan memiliki mulut lebar
serong ke atas dengan bibir bawah menonjol ke atas dan sirip ekor yang umumnya
membulat (rounded). Warna dasar sawo matang, perut bagian bawah agak
keputihan dan pada badannya terdapat titik berwarna merah kecokelatan, serta
tampak pula 4-6 baris warna gelap yang melintang hingga ekornya. Badan ditutupi
oleh sisik kecil, mengkilat dan memiliki ciri-ciri loreng (Antoro 2004 dalam
Sulaiman, 2010).
Ikan kerapu macan dikategorikan
sebagai ikan konsumsi bila bobot tubuhnya telah mencapai 0,5 kg–2 kg per ekor.
Selain dijual sebagai ikan konsumsi, ikan kerapu macan juga dapat dijual
sebagai ikan hias dengan nama grace kelly. Ikan kerapu macan memiliki
bentuk sirip yang membulat. Sirip punggung tersusun dari 10 jari-jari keras dan
19 jari-jari lunak. Pada sirip dubur, terdapat 3 jari-jari keras dan 10 jari-jari
lunak. Ikan ini bisa mencapai panjang tubuh 70 cm atau lebih, namun yang
dikonsumsi, umumnya berukuran 30 cm–50 cm. Ikan kerapu macan tergolong ikan
buas yang memangsa ikan-ikan dan hewan-hewan kecil lainnya. Ikan kerapu macan
merupakan salah satu ikan laut komersial yang mulai diusahakan baik dengan
tujuan pembenihan maupun pembesaran (Sulaiman, 2010).
2.2
Tingkah Laku Ikan Kerapu Macan
Penyebaran
Ikan kerapu merupakan jenis ikan demersal yang menyukai
hidup di perairan karang, di antaranya pada celah-celah karang atau di dalam
gua di dasar perairan (DKP, 2004 dalam Sulaiman, 2010).
Jenis kerapu ini disebut juga polka dot grouper atau hump
backed rocked atau dalam bahasa lokal sering disebut ikan kerapu macan.
Ciri-ciri tubuh adalah berwarna dasar abu-abu dengan bintik hitam. Daerah
habitatnya meliputi Kepulauan Seribu, Kepulauan Riau, Bangka, Lampung dan
kawasan perairan berterumbu karang. Kerapu Sunu (coral trout) sering
ditemukan hidup di perairan berkarang. Warna tubuh merah atau kecoklatan sehingga
disebut juga kerapu merah, yang warnanya bisa berubah apabila dalam kondisi
stres. Mempunyai bintik-bintik biru bertepi warna lebih gelap. Daerah habitat
tersebar di perairan Kepulauan Karimunjawa, Kepulauan Seribu, Lampung Selatan,
Kepulauan Riau, Bangka Selatan, dan perairan terumbu karang (Ghufran, 2001 dalam
Sulaiman, 2010).
Kebiasaan
Makan dan Makanannya
Ikan kerapu dikenal sebagai ikan pemangsa (predator) yang
memangsa jenis-jenis ikan kecil, zooplankton, dan udang-udang kecil
lainnya (Ghufran, 2001 dalam Sulaiman, 2010)
Tingkah laku makan E. fuscoguttatus sebelum umpan dimasukkan adalah
bergerombol di pojok aquarium. Ketika umpan dimasukkan ikan mulai merespon ke
arah sekat gelap. Fase ini disebut fase aurosal (timbul selera). Pada fase
tersebut, organ yang berperan adalah penciuman (olfactory) (Dlan, dkk.,
2007).
Ketika ikan sampai pada dinding sekat gelap. Ikan bermaksud menerobos dinding
sekat gelap, kemudian bergerak naik turun mencari celah agar bisa menerobos
sekat dan memakan umpan.fase ini dinamakan search phrase atau mencari lokasi
(Mulyono dan Effendy, 2005 dalam Dlan, dkk., 2007).
Saat ikan kerapu macan mengamati umpan yang ada di depannya
kemudian melesat secara tiba-tiba menyergap umpan/makanan yang ada di depannya
dan menariknya ke tempat persembunyian, merupakan fase mengidentifikasi dan
memakan umpan (uptake and finding balt) (Mulyono dan Effendy, 2005 dalam
Dlan, dkk., 2007). Pada fase tersebut, organ yang digunakan adalah mata karena
kemampuan mata untuk mengidentifikasi suatu benda yang masuk ke area pandangnya
akibat intensitas sinar yang mengenai benda tersebut (Liang et al., 1998 dalam
Dlan, dkk., 2005).
Ikan kerapu macan adalah ikan karang yang habitatnya di batu
karang dan merupakan ikan yang bergerombol dan selalu aktif mencari pakan, jika
pemberian pakan kurang terutama pada ukuran panjang di bawah 4 cm, ikan ini
akan memakan temannya (kanibal) (Alit, 2010).
Mengelompokkan
Diri
Ikan kerapu macan adalah ikan karang yang habitatnya di batu
karang dan merupakan ikan yang bergerombol dan selalu aktif mencari pakan, jika
pemberian pakan kurang terutama pada ukuran panjang di bawah 4 cm, ikan ini
akan memakan temannya (Alit, 2010). Bahwa semakin tinggi padat penebaran ikan
semakin tinggi pula persaingan dalam ruang gerak (Stickney & Lovell, 1977 dalam
Alit, 2010).
Menurut Endrawati (2008), Hasil pertambahan berat dan
panjang ikan kerapu macan pada penelitian ini memperlihatkan bahwa perlakuan
kepadatan 5 ekor benih ikan per 10 liter air media memberikan hasil yang
terbaik, dibandingkan dengan kedua perlakuan yang lain. Hal ini sejalan dengan
hasil pengamatan Nirnama (1998) yang menyatakan bahwa kepadatan 5 ekor per 10
liter memberikan kesempatan bagi larva ikan kerapu macan untuk bergerak mencari
mangsa dan mendapatkan pakan yang proporsional dengan energi yang
dikeluarkannya. Pada tingkat kepadatan tersebut kompetisi antar juvenil ikan
kerapu macan untuk mendapatkan makanan jauh lebih rendah (Akbar & Sudaryanto,
2001). Selain itu juga memberikan kesempatan bagi tubuh larva ikan untuk
melalukan metabolisme yang lebih leluasa.
Cara
Berkembang Biak
Ikan kerapu bersifat hermaphrodit protogynous (hermaprodit
protogini), yang berarti setelah mencapai ukuran tertentu, akan berganti
kelamin (changce sex) dari betina menjadi jantan. Selain itu ikan kerapu
tergolong jenis ikan yang bersifat hermaphrodit synchroni, yaitu di
dalam satu gonad satu individu ikan, terdapat sel seks betina dan sel seks
jantan yang dapat masak dalam waktu yang sama, sehingga ikan dapat mengadakan
pembuahan sendiri dan dapat pula tidak. Ikan kerapu merupakan ikan berukuran
besar, yang bobotnya dapat mencapai 450 kg atau lebih. Jenis ikan kerapu ini
terdapat di berbagai perairan antara lain di Afrika, Taiwan, Filipina,
Malaysia, Australia, Indonesia, dan Papua Nugini. Sementara di Indonesia,
kerapu ditemukan di Teluk Banten, Segara Anakan, Kepulauan Seribu, Lampung, dan
daerah muara sungai (Ghufran 2001 dalam Sulaiman, 2010).
2.3
Larva Ikan Kerapu Macan
Larva yang baru menetas terlihat transparan, melayang-melayang dan gerakannya
tidak aktif serta tampak kuning telur dan oil globulenya. Larva akan berubah
bentuk menyerupai kerapu dewasa setelah berumur 31 hari (Tarwiyah, 2001).
Masa kritis kedua dijumpai pada waktu larva berumur 8 hari (D8) memasuki umur 9
hari (D9), dimana pada saat itu mulai terjadi perubahan bentuk tubuh yang sangat
panjang dan spesifik, sampai pada hari ke 20 (D20) larva berkembang dengan baik
dan belum menunjukkan adanya tanda-tanda kematian, akan tetapi memasuki hari ke
22 (D22), 23 (D23) sebagian dari larva baik yang masih kecil maupun yang sudah
besar mulai nampak adanya kematian. Diawali dengan adanya gerakan memutar
(whirling) yang tidak terkendali kemudian terbalik lalu mati (Tarwiyah, 2001).
Larva kerapu yang baru menetas mempunyai cadangan makanan berupa
kuning
telur. Pakan ini akan dimanfaatkan sampai hari ke 2 (D2) setelah menetas dan
selama kurun waktu tersebut larva tidak memerlukan dari luar. Umur 3 hari
(D3) kuning telur mulai terserap habis, perlu segera diberi pakan dari luar
berupa Rotifera Brachionus Plicatilis dengan kepadatan 1 – 3 ekor/ml. Disamping
itu ditambahkan pula Phytoplankton chlorella sp dengan kepadatan antara 5.10 -
10 sel/ml. Pemberian pakan ini sampai larva berumur 16 hari (D16) dengan
penambahan secara bertahap hingga mencapai kepadatan 5 - 10 ekor/ml
plytoplankton 10 - 2.10 sel/ml media (Tarwiyah, 2001).
Pada hari kesembilan (D9) mulai diberi pakan naupli artemia yang baru
menetas
dengan kepadatan 0,25 - 0,75 ekor/ml media. Pemberian pakan naupli artemia ini
dilakukan sampai larva berumur 25 hari (D25) dengan peningkatan kepadatan
hingga mencapai 2 - 5 ekor/ml media. Disamping itu pada hari ke tujuh belas
(D17) larva mulai diberi pakan Artemia yang telah berumur 1 hari, kemudian
secara bertahap pakan yang diberikan diubah dari Artemia umur 1 hari ke Artemia
setengah dewasa dan akhirnya dewasa sampai larva berumur 50 hari (Tarwiyah,
2001).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar