BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang.
Estuary
adalah bagian dari lingkungan perairan yang merupakan percampuran antara air
laut dan air tawar yang berasal dari sungai, sumber air tawar lainnya (saluran
air tawar dan genangan air tawar). Lingkungan estuari merupakan peralihan
antara darat dan laut yang sangat di pengaruhi oleh pasang surut, seperti
halnya pantai, namun umumnya terlindung dari pengaruh gelombang laut.
Lingkungan estuary umumnya merupakan pantai tertutup atau semi terbuka ataupun
terlindung oleh pulau-pulau kecil, terumbu karang dan bahkan gundukan pasir dan
tanah liat. Karena
perairan estuary mempunyai Salinitas yang lebih rendah dari lautan dan lebih
tinggi dari air tawar. Kisarannya antara 5 – 25 ppm.
Lokasi
praktek yang terletak pada teluk dalam Ambon Baguala, merupakan daerah
ekosistem estuari. Sebagian besar daerah estuari adalah daeraah bersubstrat
lumpur yang merupakan endapan yang terbawa oleh air tawar dan air laut. Pada
daerah ini terdapat komunitas mangrove yang mempunyai fungsi ekologis antara lain sebagai
tempat untuk mencari makan (feeding ground) (Nybakken, 1992), bukan
hanya untuk biota namun juga untuk manusia. Berbagai invertebrata
menggantungkan hidupnya pada produktivitas mangrove baik langsung maupun tidak
langsung. Beberapa spesies memakan langsung daun maupun propagul mangrove,
sedangkan lainnya mencerna partikel organik halus, baik yang tersuspensi dalam
kolom air sebagai “filter feeder” maupun yang telah terendapkan di
dasar lumpur (Noor , et al., 1999). Ada pula spesies predator
ataupun pemakan sisa-sisa tumbuhan dan pemangsa hewan lain (Hogarth, 1999).
Selain itu ekosistem mangrove juga berperan sebagai tempat pemijahan (spawning
ground), tempat pembesaran (nursery ground) bagi berbagai jenis
hewan seperti ikan, udang dan kepiting (Nybakken, 1992; Bengen, 1999;
Supriharyono, 2000) dan sebagai tempat bersarang (nesting ground) oleh
banyak satwa (Komar et al., 1994).
Melihat
lokasi serta kondisi yang terjadi pada daerah tersebut, maka perlu dilakukan
praktek mengenai ekosistem terbut, serta bagiamana kondisi oraganisme yang
diketahui menyusun ekosistem daerah estuari dan bagaimana pengaruh antara komponen abiotik
terhadap komponen biotik pada sungai wailela dan sebaliknya.
Dengan praktek ini diharapkan dapat
memberikan pengtahuan kepada mahasiswa tentang ekologi perairan tawar,
khususnya sungai.
B. Tujuan dan Manfaat
Tujuan
Tujuan dari praktek ini adalah
· Mahasiswa
dapat menggunakan metode pengumpulan data dan informasi,
· menganalisa
data menggunakan metode analisi yang tepat dan menyampaikan hasil-hasil
analisis secara baik.
· Serta
dapat menguraikan hasil-hasil analsis dari aspek lingkungan fisik, kimia dan
biologis perairan laut.
Manfaat
·
Mahasiswa mampu
mengetahui apa saja komunitas penyusun ekosistem estuari pada perairan di
sekitar desa Poka, disekitar ekosistem mangrove.
·
Mahasiswa mampu
menghitung analisis keragaman spesies
yang menghuni ekosistem mangrove di desa Poka.
·
Sebagai nilai praktek
pada mata kuliah Ekologi Perairan.
C. Waktu dan Lokasi Praktikum
·
Waktu
Praktek ini
dilaksanakan pada hari Sabtu, 13 Juni 2009. Pada pukul 10.00-12.30 WIT
·
Lokasi
Praktek
Praktek ini
dilaksanakan pada perairan Estuari di desa Poka, kecamatan Baguala. Untuk
mengetahui data fisik dan biologi, daerah pengambilan sampel dibagi dalam tiga
transek Daerah pengambilan sampel pada setiap transek dibagi menjasi 3 kuadran.
BAB II
METODE PRAKTEK
1. Alat dan Bahan
praktek
Alat:
·
Meter rol
·
Meteran kain
·
Frame 1 x 1 meter
·
PH meter
·
Refraktometer
·
Termometer
·
Tali
Bahan
·
Kantong Plastik
·
Karet Gelang
·
Tissue
·
Spidol Permanent
·
Aquades
2. Metoda Praktek
A.
Pengukuran dan Pengambilan Data Fisik
·
Temperatur udara dan
air diukur dengan thermometer, salinitas dengan refraktometer, dan PH dengan pH
meter. Kemudian catat kondisi cuaca selama kegiatan praktikum berlangsung.
·
Amati dan catat kondisi
fisik substrat dasar perairan (berbatu atau berlumpur), kondisi air (jernih
atau keruh) dan catat penyebabnya.
B. Pengambilan Data Biologi
·
Tarik garis transek
dari tepi sungai yang satu ke tepi sungai yang lain (bila sungainya dangkal),
atau tarik garis transek pada salah satu tepi sungai bila sungainya dangkal.
·
Pada interval jarak
tertentu sepanjang garis transek (misalnya 2m atau 5m), letakan kuadran contoh
1 X 1 meter.
·
Hitung dan catat jumlah
individu tiap jenis biota dalam kuadran contoh (Tumbuhan maupun hewan dll).
·
Ambil 1 – 2 spesimen
sebagai sampel, kemudian masukan dalam kantong plastik.
·
Catat kondisi substrat
pada tiap kuadran contoh.
3. Analisis Data
Kepadatan (ind/m2) =
Kelimpahan (ind/m2) =
Frekuensi kehadiran =
Untuk mengetahui keragaman spesies
di dalam komunitas, digunakan pendekatan kuantitaif yaitu dengan menggunakan
tiga indeks ekologois (Odum, 1975), masing-masing indeks Diversitas (Keragaman)
Spesies Shanon (H), Indeks Dominan Spesies Simpson (D) yang disebut juga
sebagai indeks pengaruh terbesar dan indeks Keserasian (Eveness) Spesies (e).
Secara matematis, formula dari
indeks-indeks keragaman spesies biota di dalam komunitas tersebut (Odum, 1975)
adalah sebagai berikut:
·
Indeks Keragaman
Spesies Shanon : ‘H = -∑ (pi) ln (pi)
·
Indeks Dominansis
Spesies Simpson : D =
∑ (pi)²
·
Indeks Keserasian
Spesies (Eveness) : e =
‘H/ ln S
Dimana : Pi adalah ni/N
ni adalah jumlah individu dari spesies contoh
ke – i
N
adalah jumlah individu semua spesies contoh
S adalah jumlah spesies contoh yang diperoleh
melalui suatu pengamatan.
Notasi
dari formula-formula di atas memberikan nilai indikasi bahwa fungsi kelimpahan
individu dari spesies dalam suatu komunitas biologis sangat menentukan
keragaman spesies dalam suatu komunitas biologis.
Kisaran
nilai dari indeks-indeks ekologi adalah sebagai berikut (Odum, 1971, 1975)
·
Indeks Keragaman
Spesies Shanon : ‘H = 0 – 4
·
Indeks Dominansi
Spesies Simpson : D =
0 – 1
·
Indeks Keserasian
Spesies Eveness : e =
0,6 – 0,8
BAB
III
PEMBAHASAN
A. Data Hasil Praktek
Data
praktek yang dilakukan pada tiap kuadran untuk masing-masing transek disajikan
sebagai berikut:
Transek I
a.
Kuadran 1
Tabel
1.Data pada kuadran 1, transek I
Parameter yang diukur
|
Hasil
|
·
Substrat
·
Organisme
|
Berlumpur berbatu
Krustasea 32, Kepiting 4,
Gastropoda 69
|
b. Kuadran II
Tabel 2.
Data pada kuadran 2, Transek I
Parameter yang diukur
|
Hasil
|
·
Substrat
·
Organisme
|
Berbatu
Anakan ikan 1,
krustasea 21, Gastropoda 40, Kepiting 1
|
c.
Kuadran III
Tabel
3. Data pada kuadran 3, Transek I
Parameter yang diukur
|
Hasil
|
·
Substrat
·
Organisme
|
Berlumpur
Gastropoda 27,
|
Transek II
a.
Kuadran 1
Tabel 4.
Data pada kuadran 1, Transek II
Parameter yang diukur
|
Hasil
|
·
Substrat
·
Organisme
|
Berbatu
Gastropoda125,
Krustase 74
|
b.
Kuadran 2
Tabel 5. Data pada kuadran 2, Transek II
Parameter yang diukur
|
Hasil
|
·
Substrat
·
Organisme
|
Berlumpur berbatu
Kepiting 2, Bivalvia
2, Lamun, Krustasea 8.
|
c.
Kuadran 3
Tabel 6. Data pada kuadran 3, transek II
Parameter yang diukur
|
Hasil
|
·
Substrat
·
Organisme
|
Berlumpur
Krustasea 8,
Gastropoda 12, Bivalvia 1.
|
Transek III
a.
Kuadran 1
Tabel 7. Data pada kuadran 1, transek III
Parameter yang diukur
|
Hasil
|
·
Substrat
·
Organisme
|
Berlumpur berbatu
Gastropoda 96,
Kepiting 1, Krustasea 44
|
b. Kuadran 2
Tabel 8. Data pada
kuadran 2, transek III
Parameter yang diukur
|
Hasil
|
·
Substrat
·
Organisme
|
Berlumpur berbatu
Ubur-ubur 1,
mangrove1, lamun, Krustasea 20, Gastropoda 15, Bivalvia 2.
|
c.
Kuadran 3
Tabel 9. Data pada
kuadran 3, transek III
Parameter yang diukur
|
Hasil
|
·
Substrat
·
Organisme
|
Berlumpur
Krustasea 6,
Gastropoda 8
|
Kondisi
cuaca : mendung (berawan).
Kondisis
air Keruh akibat dari banyaknya lumpur yang terdapat pada substrat tersebut.
Tabel
10. Data organisme di laut
No
|
Jenis
|
n
|
Transek I
|
Transek II
|
Transek III
|
Total
|
||||||
KW1
|
KW2
|
KW3
|
KW1
|
KW2
|
KW3
|
KW1
|
KW2
|
KW3
|
||||
1
|
Gastropoda
|
|
69
|
40
|
27
|
125
|
-
|
12
|
96
|
15
|
8
|
|
2
|
Kepiting
|
|
3
|
1
|
-
|
-
|
2
|
-
|
1
|
-
|
-
|
|
3
|
Ikan
|
|
-
|
1
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
4
|
Lamun
|
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Ada
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
5
|
Bivalvia
|
|
-
|
-
|
-
|
-
|
2
|
1
|
-
|
2
|
-
|
|
6
|
Mangrove
|
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
|
7
|
Krustasea
|
|
32
|
-
|
-
|
74
|
8
|
8
|
44
|
20
|
6
|
|
8
|
Ubur-ubur
|
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
-
|
1
|
-
|
|
B. Analisis Data
Transek
1; kuadran1
No
|
Organisme
|
ni
|
Pi
|
pi²
|
Ln (pi)
|
Pi ln (Pi)
|
1
2
3
|
Gastropoda
Kepiting
Krustasea
|
69
3
32
|
0.66
0.03
0.31
|
0.436
0.009
0.096
|
-0.415
-3.506
-2.343
|
-0.2739
-0.00027
-0.726
|
|
|
N= 104
|
|
D =
0.541
|
|
H =
1.00017
|
- Indeks keragaman spesies shannon : ‘H = -∑ (pi) ln(pi)
=
- (-1.0017) = 1.0017
- Indeks Dominansi Spesies Simpson : D = ∑ (pi)2
=
0.541
- Indeks keserasian spesies (Eveness) : e = ‘H / ln S
=
1.00017 / 3
=
0.33339
Berdasarkan hasil di atas maka:
·
Indeks Keragaman Spesies Shanon kecil , yang artinya spesies
biota pada transek 1; kuadran 1 spesies jarang memiliki variasi yang tidak
terlalu rendah.
·
Indeks dominasi Simpson menunjukan bahwa biota atau spesies
kategori umum pada transek 1 kuadran 2 tidak terlalu banyak.
·
Menyangkut Indeks keserasian Eveness, maka dapat disimpulkan
bahwa biota dalam transek 1 kuadran 1, tidak berada dalam kondisi atau status
“Steady State”.
Transek1;
kuadran2
No
|
Organisme
|
ni
|
pi
|
pi²
|
Ln (pi)
|
Pi ln (Pi)
|
1
2
3
|
Gastropoda
Kepiting
Ikan
|
40
1
1
|
0.95
0.02
0.02
|
0.9025
0.0004
0.0004
|
-0.051
-3.912
-3.912
|
-0.048
-0.078
-0.078
|
|
|
N
= 42
|
|
D
= 0.9033
|
|
H
= 0.204
|
- Indeks keragaman spesies shannon : ‘H = -∑ (pi) ln(pi)
=
- (-0.204)
=
0.204
- Indeks Dominansi Spesies Simpson : D = ∑ (pi)2
=
0.9033
- Indeks keserasian spesies (Eveness) : e = ‘H / ln S
=
0.204 / 3
=
0.068
Berdasarkan hasil di atas maka:
·
Indeks Keragaman Spesies Shanon kecil , yang artinya spesies
biota pada transek 1; kuadran 2 spesies jarang memiliki variasi yang rendah.
·
Indeks dominasi Simpson menunjukan bahwa biota atau spesies
kategori umum pada transek 1 kuadran 2 sedikit ditunjukan dengan nilai indeks
dominansi Simpson yang kecil.
·
Menyangkut Indeks keserasian Eveness, maka dapat disimpulkan
bahwa biota dalam transek 1 kuadran 2 , berada dalam kondisi atau status
“Steady State”.
Transek 1; kuadran3
No
|
Organisme
|
ni
|
pi
|
pi²
|
Ln (pi)
|
Pi ln (Pi)
|
1
|
Gastropoda
|
27
|
1
|
1
|
0
|
0
|
|
|
N
= 27
|
|
D
= 1
|
|
H
= 0
|
- Indeks keragaman spesies shannon : ‘H = -∑ (pi) ln(pi)
=
0
- Indeks Dominansi Spesies Simpson : D = ∑ (pi)2
=
1
- Indeks keserasian spesies (Eveness) : e = ‘H / ln S
=0/
1
=
0
Berdasarkan hasil di atas maka:
·
Indeks Keragaman Spesies Shanon rendah , yang artinya
spesies biota pada transek 1; kuadran 3 spesies jarang memiliki variasi yang
rendah.
·
Indeks dominasi Simpson menunjukan bahwa biota atau spesies
kategori umum pada transek 1; kuadran 3 ternyata banyak ditunjukan dengan nilai
Indeks Dominansi Spesies Simpson tinggi.
·
Menyangkut Indeks keserasian Eveness, maka dapat disimpulkan
bahwa biota dalam transek 1; kuadran 3 , tidak berada dalam kondisi atau status
“Steady State”.
Transek 2; kuadran 1
No
|
Organisme
|
ni
|
Pi
|
pi²
|
Ln (pi)
|
Pi ln (Pi)
|
1
2
|
Gastropoda
Krustasea
|
125
74
|
0.628
0.371
|
0.394
0.137
|
-0,465
-0,991
|
-0,292
-0,367
|
|
|
N
= 199
|
|
D
= 0,531
|
|
H
= 0,659
|
- Indeks keragaman spesies shannon : ‘H = -∑ (pi) ln(pi)
=
0.659
- Indeks Dominansi Spesies Simpson : D = ∑ (pi)2
=
0.531
- Indeks keserasian spesies (Eveness) : e = ‘H / ln S
=0.659/
2
=
0.329
Berdasarkan hasil di atas maka:
·
Indeks Keragaman Spesies Shanon rendah , yang artinya
spesies biota pada transek 2; kuadran 1 spesies jarang memiliki variasi yang
rendah.
·
Indeks dominasi Simpson menunjukan bahwa biota atau spesies kategori
umum pada transek 2; kuadran 1 ternyata sedikit, ditunjukan dengan nilai Indeks
Dominansi Spesies Simpson rendah.
·
Menyangkut Indeks keserasian Eveness, maka dapat disimpulkan
bahwa biota dalam transek 2; kuadran 1 , tidak berada dalam kondisi atau status
“Steady State”.
Transek 2; kuadran 2
No
|
Organisme
|
ni
|
pi
|
pi²
|
Ln (pi)
|
Pi ln (Pi)
|
1
2
3
|
Kepiting
Bivalvia
Krustasea
|
2
2
8
|
0.166
0.166
0.666
|
0.027
0.027
0.443
|
-1.795
-1.795
-0.406
|
-0.297
-0.297
-0.270
|
|
|
N
= 12
|
|
D
= 0.497
|
|
H
= 0.864
|
- Indeks keragaman spesies shannon : H = -∑ (pi) ln(pi)
=
0.659
- Indeks Dominansi Spesies Simpson : D = ∑ (pi)2
=
0.531
- Indeks keserasian spesies (Eveness) : e = ‘H / ln S
=0.659/
2
=
0.329
Berdasarkan
hasil di atas maka:
·
Indeks Keragaman Spesies Shanon rendah , yang artinya
spesies biota pada transek 2; kuadran 2 spesies jarang memiliki variasi yang
rendah.
·
Indeks dominasi Simpson menunjukan bahwa biota atau spesies kategori
umum pada transek 2; kuadran 2 ternyata sedikit, ditunjukan dengan nilai Indeks
Dominansi Spesies Simpson rendah.
·
Menyangkut Indeks keserasian Eveness, maka dapat disimpulkan
bahwa biota dalam transek 2; kuadran 2 , tidak berada dalam kondisi atau status
“Steady State”.
Transek 2 kuadran 3
No
|
Organisme
|
ni
|
pi
|
pi²
|
Ln (pi)
|
Pi ln (Pi)
|
1
2
3
|
Gastropoda
Bivalvia
Krustasea
|
12
1
8
|
0,571
0,047
0,380
|
0,326
0,002
0,144
|
-0,560
-3,507
-0,967
|
-0,319
-0,164
-0,367
|
|
|
N
= 21
|
|
D
= 0.472
|
|
H
= 0.85
|
- Indeks keragaman spesies shannon : ‘H = -∑ (pi) ln(pi)
=
0.85
- Indeks Dominansi Spesies Simpson : D = ∑ (pi)2
=
0.47
- Indeks keserasian spesies (Eveness) : e = ‘H / ln S
=0.85/
3
=
0.283
Berdasarkan
hasil di atas maka:
·
Indeks Keragaman Spesies Shanon tinggi , yang artinya
spesies biota pada transek 2; kuadran 3 spesies jarang memiliki variasi tinggi.
·
Indeks dominasi Simpson menunjukan bahwa biota atau spesies kategori
umum pada transek 2; kuadran 3 ternyata sedikit, ditunjukan dengan nilai Indeks
Dominansi Spesies Simpson rendah.
·
Menyangkut Indeks keserasian Eveness, maka dapat disimpulkan
bahwa biota dalam transek 2; kuadran 3 , tidak berada dalam kondisi atau status
“Steady State”.
Transek
3 Kuadran 1
No
|
Organisme
|
ni
|
pi
|
pi²
|
Ln (pi)
|
Pi ln (Pi)
|
1
2
3
|
Gastropoda
kepiting
Krustasea
|
96
1
44
|
0,680
0,007
0,312
|
0,462
0,000049
0,103
|
-0,385
-4,96
-1,164
|
-0,262
-0,034
-0,363
|
|
|
N
= 141
|
|
D
= 0,565
|
|
H
= 0,659
|
- Indeks keragaman spesies shannon : ‘H = -∑ (pi) ln(pi)
=
0,659
- Indeks Dominansi Spesies Simpson : D = ∑ (pi)2
=
0.565
- Indeks keserasian spesies (Eveness) : e = ‘H / ln S
=0,659/
3
=
0.219
Berdasarkan
hasil di atas maka:
·
Indeks Keragaman Spesies Shanon tinggi , yang artinya
spesies biota pada transek 3; kuadran 1 spesies jarang memiliki variasi tinggi.
·
Indeks dominasi Simpson menunjukan bahwa biota atau spesies kategori
umum pada transek 3; kuadran 1 ternyata banyak, ditunjukan dengan nilai Indeks
Dominansi Spesies Simpson tinggi.
·
Menyangkut Indeks keserasian Eveness, maka dapat disimpulkan
bahwa biota dalam transek 3; kuadran 1 , berada dalam kondisi atau status
“Steady State”.
Transek
3 Kuadran 2
No
|
Organisme
|
ni
|
pi
|
pi²
|
Ln (pi)
|
Pi ln (Pi)
|
1
2
3
4
5
|
Gastropoda
Bivalvia
Mangrove
Krustasea
Ubur-ubur
|
15
2
1
20
1
|
0,384
0,051
0,025
0,512
0,025
|
0,147
0,0026
0,00062
0,262
0,00062
|
-0,957
-2,975
-3,688
-0,669
-3,688
|
-0,367
-0,151
-0,192
-0,342
-0,092
|
|
|
N
= 39
|
|
D
= 0,413
|
|
H
= 1,044
|
- Indeks keragaman spesies shannon : ‘H = -∑ (pi) ln(pi)
=
1,044
- Indeks Dominansi Spesies Simpson : D = ∑ (pi)2
=
0.413
- Indeks keserasian spesies (Eveness) : e = ‘H / ln S
=1,044/
5
=
0.208
Berdasarkan
hasil di atas maka:
·
Indeks Keragaman Spesies Shanon tinggi , yang artinya
spesies biota pada transek 3; kuadran 2 spesies jarang memiliki variasi tinggi.
·
Indeks dominasi Simpson menunjukan bahwa biota atau spesies kategori
umum pada transek 3; kuadran 2 ternyata banyak, ditunjukan dengan nilai Indeks
Dominansi Spesies Simpson rendah
·
Menyangkut Indeks keserasian Eveness, maka dapat disimpulkan
bahwa biota dalam transek 3; kuadran 2 , berada dalam kondisi atau status
“Steady State”.
Transek
3 Kuadran 3
No
|
Organisme
|
ni
|
pi
|
pi²
|
Ln (pi)
|
Pi ln (Pi)
|
1
2
|
Gastropoda
Krustasea
|
8
6
|
0,571
0,428
|
0,326
0,184
|
-0,560
-0,849
|
-0,319
-0,363
|
|
|
N
= 14
|
|
D
= 0,51
|
|
H
= 0,682
|
- Indeks keragaman spesies shannon : ‘H = -∑ (pi) ln(pi)
=
0,682
- Indeks Dominansi Spesies Simpson : D = ∑ (pi)2
=
0.51
- Indeks keserasian spesies (Eveness) : e = ‘H / ln S
=0,682/
2
=
0.341
Berdasarkan
hasil di atas maka:
·
Indeks Keragaman Spesies Shanon tinggi , yang artinya
spesies biota pada transek 3; kuadran 3 spesies jarang memiliki variasi tinggi.
·
Indeks dominasi Simpson menunjukan bahwa biota atau spesies kategori
umum pada transek 3; kuadran 3 ternyata banyak, ditunjukan dengan nilai Indeks
Dominansi Spesies Simpson tinggi
·
Menyangkut Indeks keserasian Eveness, maka dapat disimpulkan
bahwa biota dalam transek 3; kuadran 3 , berada dalam kondisi atau status
“Steady State”.
Kepadatan
Kepadatan
(ind/m2) =
·
Kepadatan Gastropoda =
392/ 108 =
3,629
·
Kepadatan Kepiting =
7/ 108 = 0,064
·
Kepadatan Ikan =
1/ 108 = 0,009
·
Kepadatan Bivalvia =
5/ 108 = 0,046
·
Kepadatan Mangrove =
1/ 108 = 0,009
·
Kepadatan Krustasea =
192 / 108 = 1,777
·
Kepadatan Ubur-ubur =
1/ 108 = 0,009
Kelimpahan
Kelimpahan (ind/m2) =
·
Kelimpahan Gastropoda = 392/ 107 = 3,6635
·
Kelimpahan Kepiting = 7/ 4 = 1,75
·
Kelimpahan Ikan = 1/1 = 1
·
Kelimpahan Bivalvia = 5/ 102 = 0,049
·
Kelimpahan Mangrove = 1/ 100 = 0,01
·
Kelimpahan Krustasea =
192/ 106 = 1,811
·
Kelimpahan Ubur-ubur = 1/ 100 = 0,01
Frekuensi Kehadiran
Frekuensi kehadiran =
·
Gastropoda = = 0,88
·
Kepiting = = 0,44
·
Ikan =
= 0,11
·
Bivalvia =
= 0,33
·
Mangrove = = 0,11
·
Krustasea = = 0,77
·
Ubur-ubur = = 0,11
C.
Pembahasan
1. Aspek lingkungan fisik kimia
v Salinitas
Salinitas
pada daerah pengambilan sampel adalah 35 ppm.
v Suhu
Suhu
berperan penting terhadap proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi).
Suhu udara
yang diukur adalah 290C. Suhu tersebut tidak begitu tinggi karena
penutupan awan pada saat pengambilan sampel adalah ¾ atau hampir penuh. Selain
itu, pengambilan sampel dilakukan pada pagi hari, sehingga penyinaran matahari
belum terlalu panas.
v Substrat
Substrat
pada daerah pengamatan berbeda-beda. Pada daerah yang berbatasan langsung
dengan daratan, jenis substratnya berbatu dan berpasir.sedangkan semakin ke
arah laut,substratnya berlumpur karena berada di sekitar daerah ekosistem
mangrove.
Gambar
Substrat dapat dilihat di bawah ini :
Gbr.
1 Substrat pada transek 2 kw 2 Gbr. 2 Substrat pada transek 3
kw 1
Gbr.
3 Substrat pd transek 3 kw 3 Gbr. 4 Substrat pada transek 1 kw 2
v Kondisi Air
Pada saat
praktek dilakukan kondisi airnya keruh,hal ini dapat diakibatkan oleh kondisi
substrat yang berlumpur, selain itu disebabkan juga oleh
v Cuaca
Cuaca pada
saat praktek dilaksanakan adalah mendung dan berawan
Kondisi
Biologi
v Gastropoda
Gastropoda pada hutan mangrove
berperan penting dalam proses dekomposisi serasah dan mineralisasi materi
organik terutama yang bersifat herbivor dan detrivor, dengan kata lain
Gastropoda berkedudukan sebagai dekomposer. Kehadiran Gastropoda sangat
ditentukan oleh adanya vegetasi mangrove yang ada di daerah pesisir. Kelimpahan
dan distribusi Gastropoda dipengaruhi oleh faktor lingkungan setempat,
ketersediaan makanan, pemangsaan dan kompetisi. Tekanan dan perubahan
lingkungan dapat mempengaruhi jumlah jenis dan perbedaan pada struktur.
Gastropoda
yang ditemukan pada saat praktek terdiri dari beberapa spesies antara lain :
-
Cerithium atratum
-
Gyrineum gyrinum
-
Tanea lineata
-
Naticarius cancena
-
Nerita longii
-
Nerita Peloronta
-
Zeuxis hirasei
-
Horn shelle
-
Vitta virginea
-
Telescopium telescopium.
Gbr. 5
Telescopium telescopium Gbr. 6 Vitta virginia
Gbr. 7 Cerithium atratum
Letak gastropoda yang ditemukan pada
lokasi pratek bervariasi. Dari yang sangat dekat dengan permukaan air hingga
jauh dari permukaan air. Gastropoda yang kami temukan pada pohon mangrove
biasanya menempel di akar napas, daun atau cabang. Sedangkan lainya ditemukan
di darat yang substratnya berbatu dan sebagian kecil ditemukan di dalam air
pada substrat yang berlumpur.
Penjelasan
di atas dapat dilihat pada gambar berikut ;
Gbr.8 Gbr. 9 Gbr.10
Ket
gbr :
-
Gbr 8 gastropoda yang menempel pada akar
mangrove.
-
Gbr 9 gastropoda yang menempel pada daun mangrove.
-
Gbr 10 gastropoda yang menempel pada batang
mangrove.
v Krustasea
Krustasea yang ditemukan pada saat melakukan praktek
biasanya bercangkang seperti gastropoda. Dan lebih banyak ada di substrat yang
berbatu dan berpasir.Pada umumnya krustasea yang ditemukan pada daratan ini
belum dewasa(masih anakan). Berdasarkan hasil
praktek, dapat diketahui bahwa Krustasea juga hidup menempel pada
batang, daun serta akar mangrove. Selain itu juga ditemukan di dalam air, pada
subatrat berlumpur. Berdasarkan perhitungan, frekuensi kehadiran krustasea
cukup besar yaitu 0,77.
v Bivalviavia
Tidak banyak bivalvia yang ditemukan pada praktek,
seperti jumlah gastropoda serta krustasea yang ditemukan. Bivalvia yang telah
diidentifikasi adalah sebagai berikut ;
-
Neotrigonia gema
-
Dosinia exolea
-
Timoclea ovata
-
Tapes decussatus
-
Siliqua radiata
Gambar dari
beberapa spesies tersebut adalah sebagai berikut ;
Gbr. 11 Timoclea ovata Gbr.
12
Neotrigonia gema
Gbr. 13 Siliqua radiata
Bivalvia
yang ditemukan berada pada substrat berlumpur, serta membenamkan dirinya ke
dalam lumpur. Yang melekat pada substrat berbatu, namun nama spesiesnya belum
terindifikasi oleh kelompok kami, seperti gambar salah satu jenis spesies bivalvia (tiram) di bawah ini.
Gbr. 14 Tiram.
v Lamun
Syarat dalam habitat lamun adalah
perairan dangkal, memiliki substrat yang lunak dan perairan yang cerah. Syarat
lainnya adalah sirkulasi air yang membawa bahan nutiren dan substrat serta
membawa pergi sisa-sisa metabolisme.
Berdasarkan pada lokasi substrat,
maka dapat diketahui bahwa substrat pada
lokasi praktek sangat sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan lamun. Karena
substrat pada sekitar estuari desa poka berlumpur, serta kondisi perairannya
yang dangkal.
Namun, hal tersebut sangat bertolak
belakang dengan hasil yang didapat oleh kelompok kami. Dalam praktek yang
dilakukan, lamun tidak begitu banyak. Frekuensi kehadiran lamun hanya 1/9
(0.11), dan hanya ditemukan pada transek 2, kuadran 2.
Permasalahan utama yang mempengaruhi
perkembangan lamun pada daerah poka adalah adanya pencemaran air, baik oleh
sampah rumah tangga, maupun pembuangan limbah panas dari PLTD desa Poka.
Penjelasan leih lanjut akan dipaparkan pada bagian lain dari laporan ini.
v Mangrove
Mangrove merupakan sekumpulan
tumbuhan berkayu maupun berupa semak belukar yang mampu tumbuh dan berkembang
dengan baik di daerah peralihan antara darat dan laut yang secara periodic
masih terkena bahkan tergenangi air pasang. Tumbuhan-tumbuhan mangrove sering
dikenal dengan istilah ‘vegetasi mangrove’, sedangkan habitat mangrove lebih
dikenal dengan istilah ‘mangal’. Vegatasi mangrove tidak akan
kita jumpai di habitat lain, mereka hanya dapat ditemukan di habitatnya, yaitu
daerah intertidal atau daerah antara darat dan laut.
Sampel yang diambil pada ketiga
transek, hanya 1 transek saja yang memiliki pohon mangrove, yaitu Transek 3
kuadran 2. Spesies mangrove yang
ditemukan pada lokasi praktek adalah spesies Sonneratia alba.
Sonneratia alba adalah salah satu
jenis pohon yang hidup di hutan mangrove. Jenis ini merupakan famili dari
Sonneratiaceae. Spesies ini sering disebut oleh masyarakat sekitar sebagai
mange-mange.
Gbr. 15 Pohon Sonneratia
alba
Pohon ini selalu hijau mempunyai tinggi sampai 16 meter, pohon ini mempunyai
akar nafas, kulit kayunya berwarna putih tua hingga coklat, akarnya berbentuk
kabel di bawah tanah dan muncul di atas permukaan tanah sebagai akar nafas yang
berbentuk kerucut tumpul.
Daunnya berkulit, bentuknya bulat telur
terbalik ujungnya membundar dengan ukuran panjang 5-10 cm. Permukaan atas dan
bawah daun hampir sama.
Gambar 16. Daun Sonneratia alba
Tangkai bunga pohon ini tumpul dengan panjang
1 cm, letaknya di ujung pada cabang kecil, mahkota berwarna putih, dengan
jumlah kelopak 6-8 helai, berwarna merah dan hijau. Ukuran diameter 5- 8 cm,
mengandung banyak madu pada pembuluh kelopak
serta mudah rontok.
Buahnya berdiameter 3,5 – 4,5 cm.
Warnanya hijau, serta permukaannya halus. kelopak
berbentuk cawan, menutupi dasar buah, helai kelopak menyebar atau melengkung,
berisi 150 - 200 biji dalam buah
Gambar 17. buah Sonneratia alba
akarnya
berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul di atas permukaan tanah sebagai akar
nafas yang berbentuk kerucut tumpul.
Gambar 18. perakaran
mangrove.
v Ubur-ubur
Frekuensi
kehadiran ubur-ubur hanya 1/9. Ubur-ubur ditemukan pada transek 3 kuadran 2.
Ubur-ubur yang ditemukan dalam praktek kali ini, disajukan pada gambar berikut
:
Gbr.19 Ubur-ubur
v Ikan
Hanya satu
ikan yang ditemukan pada saat penelitian yaitu anakan ikan kuda.
v Kepiting
Frekuensi
kehadiran kepiting 4/9 (0,44). Seluruh kepiting yang ditemukan adalah anakan
kepiting.
Aktivitas
manusia yang merusak ekosistem
Berdasarkan hasil
pantauan kami, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ekosistem di sekitr tempat
praktek berlangsung sedang mengalami degradasi. Hal tersebut diakibatkan oleh
adanya aktivitas manusia yang berdampak negatif, antara lain :
·
Aktivitas
pembuangan sampah
Pembuangan
sampah baik sampah padat maupun cair berdampak negatif terhadap ekosistem
tersebut. Sampah yang menumpuk memungkinkan tertutupnya pneumatofora (sistem
perakaran mangrove) dan akan mengalami kematian pohon-pohon mangrove.
Gbr 20.Sampah yang dibuang di sekitar lokasi praktek.
·
Pencemara minyak
yang terjadi di sepanjang teluk baguala.
Aktifitas
penyebrangan yang terjadi pada teluk dalam Baguala, memberikan dampak berupa
buangan minyak pada daerah tersebut. Sehingga mangakibatkan matinya komunitas mangrove,
akibat terlapisnya pneumatofora oleh lapisan minyak. Kerusakan total yang
terjadi pada ekosistem mangrove akan mengakibatkan musnahnya daerah asuhan
(nursery ground) bagi larva dan bentuk-bentuk juvenil ikan dan udang yang
komersil dan akan mengancam kelangsungan jenis ikan tersebut. Sedikitnya jumlah
lamun yang berada pada daerah praktek juga diperkirakan karena adanya tumpahan
minyak. Lapisan minyak pada daun lamun juga akan menghalangi cahaya untuk
sampai ke permukaan daun dan menembusnya dan dengan demikian lamun tidak dapat
berfotosintesis dan menyebabkan kematian.
·
Adanya aktivitas
PLTD pada daerah poka maupun Hative Kecil.
Lokasi
praktek ini terletak pada sekitar PLTD Poka. Water cooling oleh PLTD akan
menyebabkan matinya berbagaioragnisme pada daerah tersebut, karena tidak dapat
berasosiasi dengan suhu air yang panas.
·
Pembuangan
hahjat oleh masyarakat sekitar.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil praktek yang dilakukan kesimpulan yang dapat ditarik adalah sebagai berikut :
·
Biota laut yang
ditemukan pada praktek kali ini adalah Mangrove, lamun, Kepiting, Krustasea,
gastropoda, ikan dan ubur-ubur.
·
Gastropoda dan
Krustasea memiliki tingkat kehadiran frekuensi yang tinggi dibandingkan dengan
daerah lainnya.
·
Umumnya, Indeks Keragaman Spesies Shanon
kecil dan Indeks dominasi Simpson menunjukan bahwa biota atau spesies yang
terdapat di sungai, mempunyai kelimpahan individu yang
berbeda-beda ada yang tinggi dan ada yang rendah. Menyangkut Indeks keserasian
Eveness, tidak semua kuadran berada dalam kondisi atau status “Steady State
B. Saran.
Alat yang digunakan untuk melakukan
pengukuran harus lebih lengkap, pengukuran harus lebih teliti, serta Pemahaman
terhadap cara analisis dan perhitungan data harus baik, agar laporan yang
dibuat sesuai dengan yang diinginkan.
Daftar Pustaka
·
Sahetapy, D dkk. 2006. Buku Ajar Ekologi Perairan. Universitas
Pattimura
·
De Bruya, R.H.
2003 The Complete encyclopedia of shells.
Rebo Publiser.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar